“no.”
“NO!”
Kian Panich membesarkan matanya menerima penolakan kuat dari dua pria yang duduk di depannya. Mata bulatnya yang memantulkan cahaya pagi memandangi ayah dan adiknya berganTian dengan bingung.
“kenapa tidak?” tanyanya dengan heran, suaranya halus, sopan.
Kian, sesuai dengan julukan yang diberikan Zee padanya selagi masih bayi, adalah penjelmaan Nunew yang sesungguhnya.
Tidak ada setitikpun kemiripan antara Zee dengan anak pertamanya ini, dan Zee, tentu saja, sesuai perkataanya dulu, mencintainya. Bahkan bisa dikatakan, Zee memberikan perhatian lebih pada Kian dibanding anak keduanya bersama Nunew, Leon.
Untungnya, perhatian berlebih Zee pada Kian tidak menimbulkan kecemburuan pada Leon, dan sebaliknya, anak kedua Zee yang hanya berjarak usia 3 tahun dari kakaknya itu mengikuti jejak ayahnya, dan mencurahkan perhatiannya kepada Kian, seakan-akan Leon lah kakak dalam hubungan kakak beradik keduanya.
Dan hari ini, hal itu kembali dibuktikan dengan Leon dan Zee yang memberikan penolakan kuat mereka pada Kian yang mengatakan jika ada seseorang yang mengajaknya berkencan malam ini.
“benar, kenapa tidak?” dukung Nunew yang sedang duduk di samping Kian sambil mengupas apel.
“pokoknya tidak boleh. Pria itu tidak terlihat seperti pria baik-baik.” Sambar Leon menggebu, matanya membidik sosok kakaknya seakan menekankan jika kali ini dia tidak akan mundur dan mengijinkan kakaknya berkencan dengan pria yang dia anggap tidak baik.
“papa sudah bertemu dengan laki-laki itu sebelumnya. Benar kata Leon, dia tidak terlihat seperti laki-laki baik.” Sambung Zee.
“papa dan Leon juga mengatakan hal yang sama tentang pria-pria yang mengajakku berkencan sebelumnya.” Sungut Kian, satu tangannya memain-mainkan potongan apel yang disuguhkan Nunew padanya.
“dan kami benar kan? Mereka mendekatimu karena ada maunya saja.” Sahut Leon kali ini, wajahnya menyombong karena kemenangan, yang dengan cepat diangguki oleh Zee, membenarkan.
Wajah Kian menekuk, semakin suntuk.
Dan Nunew, melihat anak pertamanya itu menjadi kehilangan semangat memeluknya dari samping dan menghiburnya.“Kian… walaupun papa dan adikmu kadang terlalu bersemangat dan terkesan menghalang-halangi kamu untuk memiliki hubungan romantic, mereka berniat baik. Dan kali ini juga, ma setuju dengan papa dan adikmu, pria yang ingin mengajakmu berkencan itu tidak terlihat seperti pria baik-baik.” Ucapnya, lembut dan membujuk.
“lagi pula, kamu masih muda. Kenapa sangat terburu-buru ingin segera memiliki pacar?” Tanya Zee, hatinya melembut melihat wajah cemberut Kian yang sangat mirip istrinya itu.
Kian menghela nafas lelah. “Pa, Kian sudah 25 tahun dan sampai sekarang belum juga memiliki pacar. Semuanya segan mendekati Kian karena status Kian sebagai pewaris keluarga Panich, dan sedikit yang berani mendekati Kian di usir jauh oleh Leon karena dia tidak menyukainya. Kian… merasa tidak normal… Kian juga mau punya pacar dan ada yang memperhatikan setiap harinya.” Suntuk Kian dengan lemas.
“hei! Aku memberikanmu perhatian setiap harinya! Apa aku tidak di anggap?” sambar Leon.
“ya kan berbeda! Kamu adikku, yang ku mau bukan perhatian dari adik, tapi dari pacar!” bantah Kian, mulai sebal pada Leon yang sama sekali tidak mengerti keadaannya. Leon bisa seenaknya berbicara begitu karena dia tidak pernah kekurangan orang yang mendekatinya selama ini. Fisik dan pembawaannya yang hampir mirip dengan ayah mereka menjadikan Leon incaran banyak pria dan wanita yang mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Yang Kedua -END-
FanfictionNunew selalu berpegang teguh pada pendiriannya untuk tidak menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain, karena dia sendiri juga sudah merasakan berada di posisi orang yang terkhianati. Sakit rasanya, terlalu sakit untuk diingat, Tapi apalah day...