Hari ini tepat sebulan Senja bekerja di perusahaan milik Biru, semuanya terasa menyenangkan bagi Senja. Ia bahkan sudah berencana mengunjungi pusara kedua orangtua nya akhir pekan nanti, lalu mengajak Daffa dan Reno untuk makan malam bersama setelah ia menerima gaji.
"Senja, lo dipanggil tuh sama Pak Biru, disuruh ke ruangan nya"
Senja yang selama ini memang selalu sibuk jarang sekali bertemu dengan Biru, terlebih lagi ruangan Biru yang berbeda lantai dengan tempat kerja nya. Hal itu juga yang membuat ia lupa bertanya soal kedatangan Biru ke panti asuhan tempo hari.
"Oh, iya gue temui Pak Biru dulu"
Gevan yang masih tak mengerti dengan 'misi rahasia' dari Biru hanya bisa memperhatikan Senja dari ujung kepala hingga kaki, tentu saja saat wanita tersebut berjalan menjauh.
"Apa yang menarik dari perempuan ini?"
Gumam Gevan penuh tanya. Ya Senja memang cantik, bagi Gevan semua perempuan itu cantik. Tapi bukan kah Senja terlalu 'biasa saja' untuk seseorang sekelas Biru?
"Gev, buset gue panggil dari tadi lo malah bengong"
"Hah? Gimana, Va?"
"Itu hape lo bunyi"
Tunjuk Eva pada ponsel Gevan yang tergeletak di meja.
"Eh, iya..."
"Lo suka sama si anak baru ya?"
Tanya Eva yang diakhiri cekikikan kecil.
•
Biru tersenyum canggung setelah menyuruh Senja duduk. Hal yang aneh yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Hnggg....Senja"
"Ya, Pak?"
Sementara kepala Biru sibuk menyusun kalimat yang tepat agar rencana nya berjalan mulus, Senja kini menatapnya bingung.
"Pak?"
"Oh iya..."
Biru sedikit berdeham.
"Kamu kenapa ada di panti asuhan waktu itu?"
Senja mengernyit, lalu mata nya seketika berubah penuh binar.
"Saat itu saya mau mengajak adik-adik saya sarapan bareng, sekalian memberitahukan ibu kepala tentang penerimaan saya di kantor ini"
Biru mengangguk-angguk.
"Senja..."
"Ya, Pak?"
"Besok bisa ikut saya?"
"Kemana Pak?"
"Besok kita bertemu ahli kain dan designer khusus perusahaan"
"Sebelum makan siang, kamu bisa kan?"
"Siap Pak!"
"Akan ada penilaian khusus juga buat kamu, jadi sebaiknya kamu memperhatikan dan ikut aktif bertanya jika ada yang perlu diketahui"
Senja mengangguk dengan senyum lebar yang menghiasi bibir nya.
"Kalau gitu kamu boleh pergi"
"Baik Pak!"
Setelah Senja hendak membuka knop pintu Biru kembali memanggilnya.
"Senja"
"Ya?"
"Jangan jawab seperti itu lagi"
Senja mengernyit tak mengerti.
"Yaaa pokoknya jangan 'siap, pak', kedengeran aneh"
Wanita itu mengangguk sambil mengacungkan jempol nya lalu meninggalkan Biru yang akhirnya bisa bernafas lega.
"Gila...kenapa gue jadi aneh ngomong sama dia?"
Gumam Biru pada diri sendiri.
•
Biru sesekali melirik Senja yang sibuk berkutat dengan tablet nya.
Jika rencana kedua nya berhasil maka ia akan terus melanjutkan saran dari Marlo.
"Gimana kesan-kesan nya selama sebulan?"
Senja menengok pada Biru, kening nya berkerut terlihat sedang berpikir.
"Seru. Saya belajar banyak dari mas Gevan, mbak Eva dan mas Hani"
"Setelah ini kamu ada kerjaan lagi?"
"Engga sih Pak, paling tinggal beresin beberapa surel buat diperiksa mas Gevan. Memang nya kita mau ketemu orang lagi?"
"Oh itu biar nanti saya hubungi Gevan aja. Sekarang kamu temani saya makan siang"
Senja tersenyum hingga membuat kedua mata nya membentuk setengah lingkaran. Melihat itu Biru segera berdeham canggung sambil mengalihkan pandangan keluar.
Hari ini Biru berhasil mengajak Senja keluar berdua dengan berpura-pura ingin menemui ahli kain dan designer. Selanjutnya ia hanya harus mengajak gadis itu mengobrol dengan nya, jika hal itu berjalan sesuai rencana maka Biru bisa mulai mengajak Senja menjadi pacar pura-pura nya kemudian membawa Senja menemui papa nya.
Sementara di sisi lain Senja bertanya-tanya dalam hati tentang jobdesk nya hari ini. Meski begitu Senja tetap merasa senang karena atasan nya itu selalu bersikap ramah pada nya.
"Senja"
"Ya Pak?"
"Kita makan siang apa enak nya?"
"Kalau saya sih lagi mau makan soto–"
"Oke! Saya kebetulan tau tempat makan soto yang enak!"
"Eh? Pak Biru..."
"Kenapa? Kamu ada rekomendasi tempat makan soto langganan?"
"B–bukan Pak, maksud saya kalau bapak mau makan yang lain gak apa-apa"
Biru tiba-tiba menghentikan mobilnya, ia lalu menoleh ke arah Senja.
"Saya belum cukup tua untuk dipanggil bapak"
Senja mengernyit, sama sekali tidak mengerti dengan arah pembicaraan Biru yang sering berubah.
"Panggil saya tuan"
"Oh, i–iya tuan..."
Saat Biru tersenyum, Senja perlahan merasakan pipi nya menghangat dan ia terpaku pada wajah Biru selama satu menit.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Fine
FanfictionNot Fine Not Fine You're bad Bad I'm in pain Pain Will we ever be fine © Chi, January 2024 [Day6]