VIII

5 2 1
                                    

Hujan pun akhirnya berhenti setelah memaksa Senja dan Biru bertahan di lounge selama hampir setengah jam. Suasana hari itu sudah cukup sepi, beberapa karyawan di divisi Senja banyak yang sudah pulang sebelum hujan.

Senja melirik Biru yang terlihat memandang kosong ke kaca besar yang menghadap keluar. Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu tapi Senja merasa Biru berbeda dari biasanya.

"Saya gak suka hujan"

Senja menoleh dan langsung berhadapan dengan Biru yang kini menatapnya.

"Ayo saya antar pulang"

Lagi-lagi sikap tiba-tiba Biru membuat Senja tidak bisa menolak nya.

Dengan sedikit terseret Senja membiarkan Biru menarik tangan nya hingga ke pintu keluar. Ia bahkan tidak bisa mengangkat wajahnya saat melewati satpam karena terlalu malu.

"Biru"

Panggil Senja hati-hati.

"Pakai jaket ini selama menunggu saya mengambil mobil"

Ucap Biru setibanya mereka di lobi.

"Biru..."

Biru menunduk sebentar saat Senja menarik sedikit ujung kemeja nya, ia lantas tersenyum tipis.

"Tunggu sebentar"

Ucap Biru yang seolah ingin terdengar meyakinkan. Setelah itu ia pun berjalan menjauh hingga Senja tidak bisa melihatnya lagi.

Saat itu malam belum terlalu larut, rintikan hujan ditemani lagu yang di putar di radio menemani dua anak manusia yang kini sibuk berkutat dengan pikiran nya masing-masing.

Beberapa kali Biru menghela nafas panjang, berharap rasa sesak di dada nya hilang bersama bayangan sosok seorang gadis yang sejak tadi berputar di kepala nya.

Biru pikir 5 tahun berlalu cukup membuat ia melupakan Keinamoto dan mengubur semua perasaannya pada gadis itu, namun mendengar Marlo menyebut nama Kei nyata nya masih membuat luka di hati nya terasa sakit.

"Biru..."

"Soal pertanyaan kamu waktu itu"

Senja menjeda ucapannya sambil memperhatikan Biru yang sejak tadi tak bergeming.

"Aku terima"

Senja tersenyum malu-malu selagi ia menunggu Biru merespon ucapannya.

Semalaman Senja mempertimbangkan ini, ia pikir tidak ada salahnya mencoba hubungan dengan pria di samping nya itu. Lagi pula setelah diperhatikan sepertinya Biru memang benar-benar serius dengan pernyataan cinta nya.

Biru pun menoleh dengan senyuman, lalu pria itu mengecup singkat punggung tangan Senja sambil menggumamkan ucapan terimakasih.

Mobil pun kembali melaju ditengah jalanan ibukota yang semakin ramai. Masih dalam keheningan yang sama Biru sesekali melirik Senja yang tampak bahagia malam ini.

"Mau cari makan dulu?"

"Emang gak apa-apa?"

Senja balik bertanya dengan sepasang mata yang berbinar menatap Biru.

"Saya lapar, kamu gak masalah kan? Atau kamu ada yang menunggu di kost?"

Senja segera menggeleng.

"Ya udah kita cari tempat makan dulu"

"Saya jemput kamu besok, bisa kan?"

Senja menyeringai, wajah nya jelas menunjukkan bahwa ia tengah gugup.

"T–tapi....kita baru aja...."

Biru menenggak minuman nya lalu menarik tangan Senja, menepuk nya pelan kemudian mengelus punggung tangan wanita itu.

"Gak apa-apa, kita cuma mau ketemu papa saya aja kok"

Senja mengangguk pasrah.

"Oh iya, soal kecelakaan itu...saya udah menyuruh orang untuk mencari tau"

"Biru..."

"Ya?"

"Boleh aku nanya sesuatu?"

Biru mengangguk seraya tersenyum.

"Kenapa kamu bisa jatuh hati sama aku?"

Pria itu mencondongkan tubuhnya hingga membuat wajah mereka semakin dekat.

"Jatuh hati gak selalu butuh alasan, kan?"

Adalah kalimat yang seharusnya Biru ucapkan pada Kei saat mereka duduk di bangku kuliah dulu, tapi sayang pria itu terlalu pengecut untuk mengatakannya.

...

Not FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang