XXIII

5 2 2
                                    

Sudah satu jam Biru duduk tak bergeming di salah satu bangku rumah sakit. Kedua matanya yang letih menerawang jauh keluar jendela sementara kepalanya sibuk memikirkan banyak hal yang terjadi di kehidupannya belakangan ini. Jika boleh memilih rasanya saat ini Biru ingin menghilang dari dunia, entah kemana tapi yang jelas ia tidak mau bertemu keluarga nya lagi.

"Kalau memang gak ada perubahan bawa pulang aja, ngapain lama-lama dirumah sakit?"

"Biru tentang orang yang tadi saya jelaskan, apa kamu mengenalnya?"

"Papa kena stroke, kamu kemana aja selama ini?"

Biru menghela nafas panjang seraya mengusap wajah dengan kedua tangan nya. Sungguh, ia benar-benar muak dengan hidupnya. Terutama sejak papa nya terkena stroke dan semua masalah perusahaan harus ia tangani sendiri.

"Tuan muda, ada yang mau saya sampaikan"

"Soal apa?"

Ucap Biru dengan kening mengernyit.

"Saya mau mengabarkan kalau nyonya Senja sedang mengandung dan usia kandungan nya udah enam bulan"

Ya, malam ini ialah genap 6 bulan Biru tidak menemui Senja. Kendati melarikan diri, Biru sebenarnya merasa bersalah terhadap istri nya. Setelah sadar bahwa ia telah 'memperkosa' Senja, Biru tau ia sudah melanggar perjanjian kontrak yang ia buat dan mungkin Senja sangat membencinya jika benih yang ia berikan tumbuh menjadi janin. Selain beberapa alasan utama tersebut, saat itu Biru juga masih belum bisa menerima kepergian Kei.

Biru yang kalut dan merasa terpuruk pun menghabiskan tiga bulan hidup nya di panti asuhan milik mama nya. Mengurung diri dikamar selama ini berhasil membuat ia merasa lebih baik.

Meski begitu Biru masih punya hati nurani, ia sengaja meminta orang kepercayaan nya untuk memantau Senja. Sekedar mengetahui bahwa wanita itu hidup dengan baik dan tidak melakukan hal-hal berbahaya. Kemudian di bulan keempat saat Biru mengaktifkan ponsel, sederet panggilan dari Billa, Senja dan pesan singkat berurutan masuk. Meski tidak ada pesan singkat atau telepon dari Kei, pesan singkat dari Billa berhasil mengalihkan perhatian Biru.

"Maksud kamu Senja...hamil?"

Tanya Biru setelah sekian menit terdiam.

"Iya tuan muda, minggu lalu saya mendapat kabar itu dari salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit milik tuan besar"

Biru seketika itu merasa tubuhnya membeku dan lidahnya kelu, ia tidak tau haus bereaksi seperti apa atas berita tersebut.

"Tuan muda?"

"Terimakasih informasi nya"

"Baik tuan muda"

"Dan tolong tetap awasi dia"

"Terimakasih udah bersedia datang kesini"

"Bukan masalah, saya juga senang diundang ke acara penting seperti tadi"

Rangga tersenyum formal sambil menjabat tangan salah seorang dokter tua yang pagi tadi mengundang nya untuk menjadi pengisi seminar di rumah sakit. Setelah berpamitan dengan dokter tersebut Rangga tidak sengaja berpapasan dengan Biru. Ia pun berbalik, mengatur nafas, lalu menghampirinya.

"Biru, bisa bicara sebentar?"

Biru menghentikan langkah nya seraya melemparkan tatapan malas pada Rangga.

"Ada perlu apa?"

"Sambil minum kopi, gimana?"

Rangga tau kembarannya itu ragu, tetapi dengan percaya dirinya ia tersenyum dan berjalan mendahului Biru.

Not FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang