XVIII

4 1 2
                                    

"Kepada kedua mempelai dipersilahkan saling bertukar cincin"

"Cincin ini lah yang akan mengikat kalian satu sama lain, dihadapan Tuhan dan para saksi kalian sudah sah sebagai suami istri"

Semua orang disana terhanyut dalam sakral nya prosesi pernikahan Senja dan Biru. Semuanya, kecuali si mempelai wanita. Senja telah berusaha sekuat yang ia bisa, menyadarkan diri semampunya untuk berhenti mencintai Biru agar luka nya tidak terlalu sakit.

Seharusnya ia bisa, seharusnya usaha Senja berhasil seperti sebelumnya saat ia menyingkirkan perasaannya pada Daffa dan memilih menyayangi pria itu sebagai sahabat. Tapi malam tadi Senja tau usaha nya kali ini hanya sia-sia, 40 hari yang ia habiskan bersama Biru nampak terlalu banyak meninggalkan kenangan dihati wanita itu. Hati nya jatuh terlalu dalam pada pria yang bahkan telah memiliki wanita lain.

Semalaman Senja menangis, menumpahkan segala sesak yang memenuhi perasaannya. Berharap waktu bisa diputar kembali agar ia tidak perlu berkenalan dengan Biru.

"Senja?"

"Ya?"

Biru tersenyum, yang entah bagaimana membuat kedua sudut bibir Senja ikut terangkat.

"Kenapa?"

Tanya pria itu lagi setelah mencium pasangan nya.

"Gak apa-apa"

"Saya tau kamu bohong"

Senja melirik Biru, menatapnya tanpa ekspresi yang jelas, lalu menggeleng dan kembali menatap lurus ke depan.

"Senja"

"Apa?"

"Makasih"

"Makasih karena udah membantu saya"

Biru berbisik, namun Senja hanya mengangguk.

"Makasih juga karena udah membantu penyelidikan kecelakaan orangtua ku"

Balas Senja balik berbisik.

"Bang, you okay?"

Butuh waktu lima menit bagi Daffa untuk mengumpulkan suaranya.

"I'm fine, of course!"

Bohong. Kedua pria itu tau kalau mereka saling berbohong. Tetapi mereka pun tau tidak ada yang bisa dilakukan setelah ini.

Daffa menghela nafas, wajahnya kini memandang lurus langit berwarna oranye. Langit senja tidak akan sama lagi mulai sekarang.

"Bang, lo masih disitu?"

"Iya, kenapa, Ren?"

"Kalau...."

Reno diam sesaat, ia takut kalimat yang akan diucapkan berikutnya membuat Daffa marah.

"Kalau apa?"

"Kalau Biru menyakiti kak Senja, lo bakal balik kesini kan? Lo bakal melindungi kak Senja kan?"

Tidak ada suara dari pria disebrang telepon, Reno tau perkataannya barusan terdengar jahat seolah ia sedang mendoakan hal buruk pada Senja.

"Gue bakal selalu melindungi dia"

Keheningan terasa kuat di apartemen, tidak ada suara dari pasangan pengantin itu. Mereka hanya bergerak, sibuk dengan kegiatan masing-masing sejak setengah jam yang lalu.

Senja baru saja keluar kamar mandi dan bersiap memasuki kamar. Sedangkan Biru masih didalam kamar mandi.

Senja melirik ponsel suami nya yang berdering diatas meja makan, namun ia yang tidak peduli hanya melewatinya dan menuang sebotol air mineral ke gelas.

"Belum tidur?"

Biru tiba-tiba muncul dari kamar mandi sambil mengacak rambutnya yang basah.

"Baru mau tidur"

"Senja"

"Ya?"

Keduanya berdiri berhadapan namun Senja tak berani menatap suami nya yang sebagian tubuhnya terlilit handuk. Ia terlalu gugup, rasanya terlalu aneh.

"Gimana soal penyelidikannya?"

"Aku belum terima informasi terbaru lagi sejak terakhir orang itu ngasih detail si pengemudi"

Biru mengangguk sambil bergumam tak jelas.

"Semoga cepat nemu titik terang"

"Thanks"

Senja pun berbalik untuk meninggalkan Biru ke kamarnya.

"Good night"

Ia berhenti sejenak sembari menetralkan jantung nya yang berdegup sebab merespon ucapan Biru.

"Biru"

"Ya?"

"Tadi ponsel kamu berdering"

Setelah mengatakan itu Senja lantas segera berjalan meninggalkan Biru.

Ini hari yang panjang, namun Senja tau masih ada 182 hari lagi yang harus ia lewati bersama Biru.

"Dia dimana?"

"Itu di meja 8"

"Thanks Denis"

"Biru"

"Ya?"

"Apa pun masalah yang lagi kalian hadapi sebaiknya segera selesaikan, lo tau kan gimana sikap Tohizo kalau udah menyangkut anaknya?"

Biru hanya tersenyum kemudian berjalan menghampiri Kei.

"Kamu kenapa kayak gini sih Kei? Ini bahaya! Kamu jangan nyakitin diri kamu terus"

Ucap Biru dengan nada frustasi. Ia pun segera menggendong Kei yang sudah mabuk berat dan membawanya ke mobil.

"Biru...."

"Ya sayang?"

Kei mendengus kasar, lalu setetes airmata jatuh dari pelupuk mata nya. Melihat itu Biru pun menghapus airmata Kei dan memeluknya.

"Jangan nangis, aku bakal temenin kamu malam ini"

"Jangan tinggalin aku, Biru..."

Bisik Kei setengah sadar.

"Iya, iya sayang aku gak akan tinggalin kamu. Sekarang kita pulang ke apartemen kamu ya"

Mobil pun melaju menelusuri jalanan malam yang masih ramai. Dalam sepi itu Biru bisa merasakan sakit hati nya Kei karena pernikahannya.

"Bertahanlah sampai 6 bulan kedepan"

Ucap Biru setelah mengecup kening Kei.

...

Not FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang