XXVII

5 1 4
                                    

Matahari perlahan kembali dari persembunyiannya, tetesan air pun mulai berhenti usai membasahi tanah sejak satu jam yang lalu. Seorang wanita muda akhirnya berjalan mendekat ke dua pusara tempat kedua orangtua nya. Perlahan-lahan wanita yang sedang mengandung itu meletakkan bunga diatas makam, lalu ia tersenyum.

"Mama, papa, Senja datang lagi"

Ini sudah ketiga kalinya ia mengunjungi makam kedua orangtuanya.

Senja mengelus perutnya seperti hendak menunjukkan calon anak nya kepada mama dan papa nya.

"Aku udah memikirkan semuanya, mungkin memang benar setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua kayak. Tanpa terkecuali, bahkan Biru sekalipun"

Wanita hamil itu menunduk, kedua mata nya menatap kaki nya yang bergerak-gerak gugup diatas rumput.

Ada begitu banyak perasaan yang berkecamuk dalam hati Senja mengenai keputusan yang ia buat.

Mungkin karena ia pernah terlalu mencintai pria itu, lalu hati nya dihancurkan oleh kenyataan menyakitkan. Kecewa dan benci ialah dua kata yang sudah tertanam di benak Senja sejak lama.

Tapi malam itu usai berbincang dengan suster kepala, Senja mulai berpikir secara rasional. Ia menyingkirkan ego nya karena satu hal pasti, yaitu ia mau memberikan kebahagiaan kepada anaknya dengan menghadirkan orangtua utuh selayaknya anak-anak lain. Senja mau anak nya tidak kehilangan sedikitpun kasih sayang meski ia sendiri tidak tau apa nanti nya Biru akan menyayangi bayi dalam kandungannya ini.

"Mama selalu bilang kalau keputusan pertama adalah keputusan yang tepat"

"Mau makan apa lagi habis ini?"

Tanya Daffa sambil terkekeh kecil melihat Senja yang menyendok es krim dari mangkok.

"Gue mau mie ramen pedes itu"

Tunjuk Senja ke arah resto Jepang.

Dengan senang hati Daffa menuruti kemauan sahabatnya itu, mereka pun meninggalkan resto menuju tempat yang Senja maksud.

Selama perjalanan Daffa menyadari kalau sahabatnya itu telah banyak berubah, selain fisiknya (tentu saja). Saat mereka makan tadi Daffa memperhatikan Senja diam-diam, ia tau meskipun wanita hamil itu tertawa namun sorot mata nya tetap menampilkan kesedihan. Daffa tidak mau menanyakan keadaan sebenarnya dari Senja jadi ia membiarkan wanita itu sendiri yang akan bercerita.

"Daffa, aakkhhhh....perut gue"

"Eh? Lo kenapa? Lo mau melahirkan?"

"Aakkkhhhh sakit...."

Daffa yang panik segera menggendong Senja dan membawanya ke meja informasi.

"Mas tolong kursi roda nya"

"Baik! Mau dibantu sekalian?"

"Iya!"

"Saya parkir di basement"

Senja tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia hanya merintih kesakitan sambil mencengkram tangan Daffa.

Biru menghela nafas panjang sambil memperhatikan dirinya dari pantulan cermin. Hari ini ia akan menemui Senja dan menjelaskan tentang kondisinya beberapa bulan terakhir. Ia juga akan meminta maaf pada wanita itu dan berharap istri nya mau memberikan kesempatan kedua.

Semua masalahnya satu persatu sudah beres, sekarang Biru hanya tinggal menunggu Dino siuman agar laporannya bisa segera diurus oleh polisi.

"Biru? Anda didalam?"

"Ada tamu yang mau bertemu"

Biru mengernyit begitu melihat tante nya yang sudah berdiri dibalik pintu dan seorang pria berdiri membelakanginya.

"Tante? Darimana tante tau aku disini?"

"Kemana lagi kamu akan pergi kalau ada masalah?"

Biru memaksakan seulas senyum, ia lalu mengajak tante nya masuk.

"Tunggu, orang itu juga mau bertemu sama kamu"

"Siapa?"

"Long time no see"

"Marlo?"

Marlo tersenyum sambil mengulurkan tangan nya. Tapi bukan itu yang membuat Biru terpana, melainkan seorang bayi yang ada dalam gendongan Marlo.

Saat itu waktu terasa berhenti, Marlo dan Biru saling berhadapan namun tidak ada yang bersuara sampai tiga menit.

"Ayo kita bicara di dalam"

Ucap wanita yang lebih tua.

Kedua pria itu pun menurut dan berjalan masuk tanpa bicara.

Setelah mereka duduk, Marlo meletakkan bayi nya di atas ranjang.

"Kenapa lo disini?"

Biru masih belum bersuara, tatapannya hanya fokus pada bayi perempuan yang sedang terlelap.

"Nama nya Aurora"

Ucap Marlo yang terdengar bangga memperkenalkan bayi tersebut.

"Lo udah...nikah?"

"Dia anak lo dan Kei"

Seketika itu juga Biru merasakan sekujur tubuhnya membeku, tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"A–apa? Gimana maksud lo?"

"Selama ini Kei hamil anak lo"

Biru terdiam, tubuhnya kaku dan tidak tau harus merespon seperti apa.

"Lo yakin gak mau ngabarin Biru?"

Senja mengangguk tanpa bersuara.

"Dia bilang mau ketemu gue sore ini"

"Terus? Kalian udah janjian mau ketemu dimana?"

Senja menggeleng. Hati nya mendadak gusar ketika mengingat lagi tentang suami nya.

"Loh, terus gimana?"

"Daffa.."

"Hmm?"

"Makasih..."

Daffa tau ucapan Senja tadi mengartikan banyak hal dan itu semakin membuat ia ingin terus melindungi Senja. Ia bahkan bersumpah akan merebut Senja jika Biru terus meninggalkannya.

"Makasih karena gak pernah ninggalin gue"

"Tetap disini sampai bayi ini lahir ya"

Daffa mengenggam tangan Senja, mengelus punggung tangan sahabatnya itu sambil sesekali menepuknya. Kemudian ia mencium kening Senja dengan lembut.

"Gue akan selalu ada buat lo"

Bisik Daffa diakhiri senyum tulus.

"Biar gue yang jadi sosok ayah untuk bayi itu. Gue janji akan memberikan seluruh kebahagiaan buat kalian"




...

Not FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang