XXV

4 1 1
                                    

"Terimakasih"

Ucap Senja pada si supir yang telah membantunya membuka pintu mobil. Pagi tadi Senja merasa kurang enak badan jadi ia memutuskan tidak datang ke kantor untuk mengecek kondisi nya ke rumah sakit. Semenjak hamil ia menjadi lebih berhati-hati dalam mengonsumsi obat.

Selama menunggu antrian Senja yang sengaja duduk di bangku paling belakang membuka lagi ponselnya, perhatian wanita hamil itu terfokus pada satu panggilan tak terjawab dari suaminya beberapa minggu lalu yang sengaja Senja abaikan.

Pagi itu adalah pertama kalinya Senja merasakan perut nya keram hingga membuat ia mengurungkan diri untuk bangkit dari ranjang. Lalu saat Senja sedang mengoleskan minyak aromaterapi tiba-tiba saja bayi dalam kandungannya bergerak seperti sedang menendang, bersamaan dengan itu ponsel Senja berdering dan itu merupakan panggilan masuk dari Biru. Senja hanya menatap ponselnya sambil mengelus-elus perut sampai akhirnya ponselnya berhenti berdering begitu juga pergerakan si bayi.

"Kamu pasti tau ya kalau yang menelpon itu papa kamu?"

"Tapi sayang, papa kamu gak peduli sama kita..."

Ucapnya sambil tersenyum sendu.

"Dari hasil pemeriksaan gak ada yang serius, jadi saya hanya akan memberikan vitamin aja ya"

"Dokter..."

"Ya?"

"Kalau saya mau USG juga bisa gak ya?"

"Oh ya tentu, ibu mau USG?"

Senja mengangguk dengan sorot mata yang berbinar.

"Sebentar saya siapkan dulu ya"

Setelah 15 menit Senja kini sudah berbaring di ranjang pemeriksaan. Jantung nya berdetak kencang karena ia terlalu gugup.

"Nah ini liat, bayi ibu sehat ya sepertinya.."

"Ini tangan nya, yang itu kaki nya. Oh, kayaknya bayi ibu laki-laki"

Tanpa sadar Senja menitikkan airmata.

"Dokter, apa di usia kandungan saya sekarang bayi ini udah bisa merespon?"

"Ya, biasanya memasuki usia kandung 6 bulan keatas bayi udah bisa merespon ucapan anda. Itu lah kenapa disarankan agar sering-sering mengajak bayi berbicara"

"Bayi juga bisa tau perasaan ibu nya, saat ibu nya sedang senang, gloomy, marah, dan sebagainya.."

Senja mengangguk sambil mengelus-elus perutnya, kini pikirannya menerawang jauh memikirkan Biru yang menghilang entah kemana.

"Mau dicetak fotonya?"

"Biar suami nya juga bisa ngeliat si bayi"

"Bu? Bu Senja?"

"Boleh, dokter..."

"Dokter bilang gue kehilangan ingatan permanen pasca operasi. Mungkin itu alasan kenapa selama ini gue gak nyariin lo"

Rangga tak bergeming, kedua netra nya hanya menatap dua buah buku kecil dan bingkai foto yang Biru letakkan diatas meja.

Not FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang