SEMBILAN

46 1 0
                                    

Karin membuka gorden dan membiarkan cahaya mentari menerobos memasuki kamarnya. Dibuka nya jendela lalu tidak lupa membuka pintu pembatas kamar dengan balkon. Karin berdiri di balkon lalu menghirup udara pagi. Rasanya pagi ini begitu sejuk dan damai.

Karin menatap langit yang mulai terang. Warna biru muda di langit menambah indahnya ciptaan yang maha kuasa. Tatapan Karin menerawang jauh. Sedang apa ayah diatas langit sana? Pikirnya. Sungguh, Karin sangat merindukan cinta pertamanya itu. Semenjak ayah meninggal, Karin benar-benar sendiri di atas dunia ini. Tidak akan ada yang mencintai Karin, setulus ayah mencintainya.

"Ayah. Karin rindu." Lirih Karin menengadahkan kepala seraya memejamkan mata. Tiupan angin sepoi-sepoi di wajahnya membuat kesepian semakin terasa.

Karin merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Siapa lagi kalau bukan suaminya, Gio.

"Pagi-pagi kok udah ngelamun sih?" Tanya Gio meletakkan dagunya di pundak Karin.

"Aku lagi liat langit, nyari keberadaan ayah, mas."

Gio mengeratkan pelukannya. "Ayah insyaallah udah di surga, sayang."

Karin mengangguk. Dia mengaminkan kalimat Gio. Semoga ayah berada di surga dan bahagia disana bersama bunda.

"Semenjak ayah nggak ada, aku benar-benar sendirian di dunia ini, mas."

"Terus mas ini apa?"

Karin hanya diam membalas pertanyaan Gio.

"Setelah kata akad mas ucapkan, kamu itu jadi tanggung jawab mas. Mas itu rumah kamu, tempat kamu berpulang. Jadi kamu jangan berpikiran kalau kamu nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, sayang."

Karin mengangguk. Kemudian dia membalikkan badannya sehingga posisi mereka saling berhadapan. "Mas, kamu bosen nggak sih sama aku? Kamu nggak capek ngadepin mood aku yang nggak jelas ini? Kadang aku juga suka marah nggak jelas ke kamu."

"Terus kamu juga cerewet. Cengeng. Banyak deh pokoknya."

"Kamu bosen ya?"

Gio tampak berpikir lalu bibirnya melengkung melihat wajah cemberut sang istri.

"Mana mungkin mas bosen sama kamu. Kan mas mencintai kamu apa adanya."

"Sekalipun aku lumpuh?"

"Ya nggak lumpuh juga sayang."

"Kok kamu jawabnya gitu? Berarti kamu nggak mencintai aku apa adanya dong? Berarti kalau aku berubah jadi jelek, trus cacat, kamu nggak mau lagi sama aku. Iya kan?"

Gio terkekeh melihat ekspresi Karin yang semakin cemberut. Tangannya di lipat di dada bentuk kekesalannya.

"Apa sih mas. Nggak lucu tau."

"Ibu hamil nggak boleh marah-marah loh."

"Lagian kamu bikin aku kesel terus."

Akhirnya tawa Gio pecah. Dia tidak tahan untuk tidak tertawa melihat wajah kesal Karin. Gio pun memeluk sang istri lalu mengecup puncak kepalanya beberapa kali. "Mas becanda sayang. Maaf ya."

"Kamu tuh suka banget jailin aku."

"Karena kamu itu lucu kalau lagi kesel."

Karin memutar bola matanya malas.

"Udah ya kesalnya. Mas minta maaf."

"Jadi kalau aku lumpuh, kamu tetap mau nggak sama aku?" Perempuan, sebelum mendapatkan apa yang di inginkannya, pasti tidak akan menyerah. Begitu juga dengan Karin.

"Hmm gimana ya?"

"Mas.. Ih." Rengek Karin memukul lengan Gio.

"Mas tetap cinta sama kamu dalam kondisi apapun."

DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang