DUA PULUH SEMBILAN

30 1 0
                                    

Setengah jam sudah Gio mondar-mandir di depan pintu utama. Sudah pukul sepuluh malam, dan Karin belum juga pulang. Berulang kali Gio menghubungi, tapi wanita tersebut tidak menjawab telpon Gio. Hal tersebut tentu membuat Gio khawatir setengah mati.

"Kamu kemana sih, Rin." Gumam Gio kembali menghubungi Karin, tetap sama, tidak ada jawaban.

Gio memutuskan panggilan telpon kala melihat sebuah taxi online memasuki halaman rumah. Gio bergegas keluar dan bernapas lega melihat Karin turun dari mobil tersebut.

Gio hanya berdiri di tempat memandang Karin dengan tatapan yang sulit diartikan. Tatapan Gio tersebut membuat nyali Karin seketika menciut.

"Mas, aku--"

"Jelasin di dalam." Setelah mengatakan itu Gio meninggalkan Karin.

Karin menghela napas sebelum mengikuti langkah Gio ke dalam kamar. Jantungnya saat ini berdebar begitu keras. Karin takut Gio marah. Dan Karin juga harus mencari alasan.

"Hisyam dimana, mas?" Tanya Karin yang tidak melihat Hisyam di dalam kamar.

"Di kamar nya sama Siska."

"Aku liat Hisyam--"

"Nggak usah ngehindar. Kamu dari mana?"

Tidak ada jawaban dari yang di tanya.

"Kamu tau nggak sih kalau aku khawatir? Aku telpon nggak kamu angkat. Kamu juga nggak minta izin sama aku. Berapa kali aku bilang kalau mau kemana-mana, izin sama aku. Aku nggak mau kamu kenapa-napa!"

"Kamu ninggalin Hisyam, Rin. Stok susu di kulkas juga habis. Nggak kasian kamu sama anak kita?"

Mata Karin memanas. Pulupuk matanya telah di genangi air mata.

"Ma-af."

Gio mengehela napas lalu mengusap wajahnya. Ia mencoba menahan emosi yang tengah bergejolak. Air mata yang jatuh dari mata sang istri membuat gejolak tersendiri di hatinya. Seketika Gio merasa bersalah, telah berkata begitu keras kepada Karin.

Gio mendekat lalu mendekap tubuh mungil istrinya itu. Dia biarkan Karin menangis di tengkuknya.

"Maaf, aku udah bicara keras sama kamu." Ujar Gio mengusap punggung Karin.

Tangis Karin semakin pecah. Ada gejolak di batinnya. Kali ini Karin salah. Dia telah membohongi Gio. Hati Karin semakin perih mendengar Gio meminta maaf kepadanya. Padahal yang salah dirinya, bukan Gio. Harusnya yang minta maaf itu Karin.

"Aku tadi siang di hubungi Rena, mas. Dia lagi ada masalah dengan WO dan dia minta bantuan aku. Aku buru-buru dan aku nggak sempat izin sama kamu. Aku juga salah ninggalin Hisyam. Aku minta maaf mas. Aku salah." Setelah lima belas menit berlalu dan tangis Karin juga sudah reda, ia menjawab pertanyaan yang kembali di lontarkan Gio. Jelas Karin berbohong. Jika ia jujur, Karin tidak sanggup menerima amarah Gio lagi.

Gio duduk di sebelah Karin lalu meraih tangannya. "Besok-besok, kemana pun kamu pergi, kasih tau aku. Izin dulu sama aku. Kamu tau kan? Dalam islam, istri keluar rumah harus seizin suami. Jika suami nggak mengizinkan, maka istri nggak boleh keluar."

"Aku salah, aku minta maaf, mas."

Gio membawa Karin kedalam pelukannya. Ia mengelus kepala Karin yang masih terbalut jilbab.

"Sekarang kamu bersih-bersih. Habis itu istirahat."

Karin mengangguk. "Hmm mas. Hisyam gimana?"

"Tadi udah tidur. Kamu tenang aja."

"Makasih ya mas."

"Sama-sama, sayang. Oh iya sayang, aku ada kabar bahagia."

"Kabar apa mas?" Tanya Karin sembari membuka jilbab. Serta perintilan lain yang melekat di jari dan pergelangan tangannya.

DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang