TIGA PULUH TIGA

47 3 0
                                    

"Aaaaaaaa."

Braaakk

Suara teriakan dan pecahan Electric breast pump yang di lempar Karin ke dinding menggema di dalam kamar. Karin juga melempar kantong asi yang akhirnya berserakan di lantai. Karin menangis histeris, meluapkan kekesalannya karena asi nya tidak keluar saat di pumping. Padahal sebelumnya, produksi asi Karin cukup banyak. 

Pagi tadi, Gio mengirimkannya pesan bahwasanya stock asi Hisyam telah habis. Gio meminta Karin untuk mengirim stok asi yang nantinya di jemput mang Asep. Meskipun Gio tidak mengizinkannya untuk kerumah, tapi Karin bersyukur asi nya masih di minta untuk Hisyam. Secercah harapan timbul, tapi seketika runtuh ketika melihat alat pumpingnya sama sekali tidak berisi asi. Padahal Karin sudah melakukan pumping 30 menitan. 

Dengan penuh emosi, kekecewaan dan kesedihan, Karin lemparkan alat pumping tersebut ke dinding. Sehingga yang tersisa hanya serpihan kaca. Hancur sudah semuanya. Karin memang tidak berguna. Dia gagal di semua aspek. Gagal menjadi istri dan juga gagal menjadi ibu. 

"Aaaaa." Karin berteriak lagi seraya menarik rambutnya. Dia tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakannya.

"Non Karin, ya Allah." Bi Sri dan Rena bergegas menghampiri Karin. Keduanya cukup kaget melihat banyak pecahan kaca di lantai.

"Non udah." Rena menarik tangan Karin yang tengah menarik rambutnya sendiri. Dibantu bi Sri, akhirnya cengkraman tersebut lepas juga.

Dengan spontan Rena memeluk tubuh Karin yang mulai melemah. Tangis Karin yang begitu pilu membuat Rena dan bi Sri juga sedih. Karin yang saat ini bersama mereka, bukan Karin yang dulu lagi. Hilang sudah Karin yang kuat dan ceria.

"Aku gagal. Aku gagal bi." Tangis Karin kepada bi Sri.

Bi Sri yang telah banjir air mata menggeleng. Dia sudah lama bekerja dengan keluarga Lexy, dari Karin umur 3 tahun. Jadi Karin sudah di anggap seperti anak sendiri. Bi Sri ikut hancur melihat Karin seperti sekarang.

"Nggak non. Non Karin nggak gagal."

"Ren.." Rena mempererat dekapannya kepada Karin. "Hisyam butuh asi gue, Ren. Tapi asinya nggak ada." Jelas Karin. Air matanya semakin deras.

Bi Sri mengambil segelas air minum lalu memberikannya kepada Karin. "Non minum dulu. Non tenangin diri dulu."

Karin meneguk air yang diberikan bi Sri. Dengan perlahan, tangis Karin mereda. Beberapa kali ia menghela napas untuk menetralkan sesak di dada. 

"Non, nanti bibi belikan asi booster ya."

Karin mengangguk. 

"Non Karin jangan sedih-sedih terus. Jangan banyak pikiran biar produksi asi nya lancar lagi. Karena stres sangat berpengaruh kepada produksi asi non."

Bagaimana cara nya biar tidak stres dalam keadaan seperti sekarang ini? Coba kasih tau Karin caranya.

"Bibi sama Rena keluar ya non. Non istirahat aja lagi. Nanti kalau ada apa-apa, non bisa panggil bibi."

*

Setelah handphonenya berbunyi beberapa kali, akhirnya Karin mengambilnya juga dengan malas. Disana tertera nama om Ameer. Sebelum mengangkat, Karin menghela napas beberapa kali. Ia juga mengusap kasar bekas air mata yang terdapat di pipinya.

"Karin sayang?" Itu ialah kalimat pertama yang Karin dengar setelah meletakkan hp nya di telinga. "Kamu dimana sayang?"

Sekuat hati Karin menahan agar air mata tidak jatuh, tapi ia tak mampu. Air mata tersebut akhirnya lolos juga mendengar suara om Ameer. Persis seperti suara ayah.

DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang