TIGA PULUH SEMBILAN

83 7 0
                                    

Disini lah Gio sekarang, dirumah Haikal. Kedua sahabatnya itu, hanya memperhatikan Gio. Ketiganya sama-sama diam. Dari awal kedatangan Gio, tidak ada satu pun yang bersuara.

Hingga akhirnya Dinda memecah keheningan. "Kenapa lo kesini? Gue lagi emosi banget sama lo, Yo. Pengen rasanya gue maki-maki lo."

Haikal menggenggam tangan Dinda, kemudian menggeleng. Memberi kode kepada istrinya itu untuk tidak marah kepada Gio.

"Om Ameer tadi datang ke rumah."

"Terus?"

"Dia bilang---" Sungguh Gio tidak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya. Rasanya begitu berat dan menyakitkan.

"Om Ameer bilang apa?" Desak Dinda.

"Om Ameer bilang, Karin dibawa ke rumah sakit jiwa."

"Ya Allah.." Gumam Dinda. Ia tidak menyangka bahwa Karin akan dibawa ke tempat tersebut.

"Yo, gue sama Dinda dua hari yang lalu jenguk Karin ke rumah sakit. Dia keracunan alkohol dan akhirnya dirawat. Gue liat tatapannya kosong, Yo. Kayak nggak ada kehidupan di dirinya."

"Ini semua gara-gara lo!"

"Sayang--"

"Nggak mas, Gio harus di kerasin biar dia nggak keras kepala terus!" Bantah Dinda cepat. "Gue sama mas Haikal ngerti posisi lo, Yo. Lo pasti sakit denger percakapan Karin sama mantannya itu, apalagi di denger juga sama keluarga besar lo. Tapi salahnya lo, lo langsung usir Karin dari rumah tanpa minta penjelasan dia. Kita nggak tau voice note itu benar atau nggak nya. Karena voice note nya cuma sepenggal. Sekarang apa, Yo? Lo hancur, Karin lebih hancur!"

"Yo, asal lo tau, Karin itu berulang kali jumpain gue cuma buat mastiin lo sama Zhea nggak ada hubungan. Berulang kali dia nyampein keresahan dia, takut lo berpaling dari dia. Itu menurut gue udah cukup buat buktiin kalau Karin itu cinta sama lo." Sambung Dinda. "Lo orang yang bikin dia bahagia, Yo. Tapi lo juga yang bikin dia hancur sehancur-hancurnya."

Kalimat terakhir yang dilontarkan Dinda, menghujam hati Gio paling dalam.

"Gue salah." Sahut Gio pelan. Setelah mendengar apa yang disampaikan Dinda, Gio benar-benar menyesal. Selama ini Gio terlalu egois dan mementingkan perasaannya sendiri.

"Sekarang baru lo nyesel."

"Sayang udah." Lerai Haikal. Ia tidak ingin Dinda terus-terusan memojokkan Gio, karena saat ini yang Gio butuhkan ialah dukungan dari sahabat-sahabatnya.

"Jadi sekarang lo mau gimana, Yo?" Tanya Haikal.

"Gue nggak mau pisah dari Karin. Gue nggak bisa hidup tanpa dia."

Haikal tersenyum. "Gue tau lo nggak bakal bisa ngelepasin Karin. Sekarang, lo perbaiki semuanya. Lo minta maaf ke Karin dan keluarganya. Lo harus selesaikan juga masalah Karin dan keluarga besar lo. Gimana pun sekarang semuanya udah nggak sama lagi, Yo. Lo harus bisa perbaiki semuanya."

Gio memandang Haikal lalu mengangguk.

"Gue tau ini nggak mudah, Yo. Tapi gue percaya lo pasti bisa."

**

Pukul 22.45 Wib, Gio memarkirkan mobilnya di basement RSJ Graha Medika. Tidak pernah terpikirkan bagi Gio bahwa ia akan mengunjungi rumah sakit jiwa dan yang paling menyakitkan ialah menerima kenyataan bahwa yang dikunjunginya ialah sang istri.

Dengan langkah panjang Gio masuk dan menuju meja resepsionis. Dua petugas yang mengenakan baju bewarna putih langsung berdiri dan menyambut Gio dengan seulas senyum.

"Selamat malam bapak. Ada yang bisa kami bantu?"

"Malam. Kamar pasien atas nama Annastasya Karina Lexy dimana mbak?"

DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang