SEPULUH

48 1 0
                                    

Karin berulang kali merapal doa, meminta agar sidang skripsinya pagi ini berjalan dengan lancar. Dia juga terdengar beberapa kali menghela napas untuk menenangkan pikiran dan menetralkan rasa grogi yang menjalar di tubuhnya. Sebenarnya Karin begitu deg-degan, takut tidak bisa menjawab pertanyaan dari dosen penguji. Tapi mau tidak mau Karin harus melewati ini semua demi sebuah gelar sarjana.

Karin duduk dengan gusar di meja yang telah di sediakan di dalam ruang kompre. Di depannya terdapat lima meja yang masih kosong, yaitu meja ketua sidang, dua meja dosen pembimbing dan dua meja dosen penguji. Sidang akan dimulai pukul 09.00 Wib dan sekarang baru pukul 08.45 Wib. Ada waktu 15 menit lagi bagi Karin untuk mempersiapkan diri.

Beberapa teman kuliah Karin turut hadir untuk membantu mempersiapkan keperluan sidang. Tidak terkecuali dengan Rena. Gadis berumur 23 tahun tersebut tengah meletakkan skripsi Karin diatas meja dosen yang akan menguji Karin pagi ini.

"Ren, gue takut banget."

"Nggak usah takut non. Saya yakin non Karin pasti bisa jawab semua pertanyaan yang di berikan dosen penguji."

"Kalau gue nggak lulus gimana dong Ren?"

"Non Karin pasti lulus. Nggak ada usaha yang mengkhianati hasil, non." Rena berjalan menghampiri Karin. "Semuanya sudah lengkap ya non. Saya tunggu non Karin diluar. Semoga sidang non lancar dan semuanya di permudah Allah."

"Makasih ya Ren." Karin memeluk Rena sekilas.

"Sama-sama, non. Saya permisi."

Beberapa menit setelah kepergian Rena, kelima dosen yang akan menyertai sidang skripsi Karin memasuki ruangan. Karin bangkit dari posisinya lalu memberi hormat kepada mereka.

"Sudah siap, Karin?" Tanya pak Andra yang merupakan Dekan Fakultas yang hari ini bertugas sebagai ketua sidang.

"Insyaallah siap pak."

"Baik langsung saja kita mulai ya." Pak Andra mulai membuka sidang skripsi. Setelah kata pembukaan dari dekan fakultas tersebut, dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Karin.

*

"Kenapa lo manggil gue?" Tanya Haikal memasuki ruangan Direktur Utama. Dua menit yang lalu Sherly menelponnya dan menyampaikan bahwa Gio meminta Haikal untuk ke ruangannya.

"Zhea hari ini balik ke indo."

"Serius lo?" Tanya Haikal yang cukup kaget mendengar permyataan Gio.

Gio mengangguk. "Dia minta gue buat jemput mereka di bandara."

"Terus?"

"Gue nggak bisa, Kal. Hari ini Karin sidang dan nanti jam sepuluh gue harus ke kampus buat jemput Karin."

"Karin tau Zhea dan Alaya?"

Gio menggeleng seraya memijit pelipisnya. "Gue nggak pernah ceritain mereka ke Karin."

Haikal menghela napas lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Bakal jadi masalah sih, Yo."

"Gue juga mikir begitu."

"Terus rencana lo apa?"

"Nggak tau. Gue nggak bisa mikir sekarang."

Selang beberapa detik, handphone Gio berdering. Dia menoleh kepada Haikal ketika melihat nama Zhea di layar hp nya.

"Angkat aja. Siapa tau Alaya."

Dengan sedikit keraguan, Gio menggeser icon telpon ke bagian atas. Di layar terlihat seorang anak perempuan yang tengah tersenyum kepadanya.

"Papa.." Suara nya terdengar begitu bersemangat memanggil Gio.

Tanpa Gio sadari, bibirnya melengkung membentuk seulas senyum. Sudah lama dia tidak mendengar panggilan tersebut.

DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang