EMPAT PULUH

35 5 0
                                    

Allahuakbar Allahuakbar

Suara adzan subuh yang berasal dari alarm hp membuat Gio terbangun dari tidurnya. Gio merenggang kan semua otot-otot yang terasa kaku. Tidur dalam keadaan duduk diruang tunggu membuat pinggangnya sedikit nyeri. Semalam Gio memutuskan untuk tetap berada di kursi tunggu depan kamar inap Karin. Meskipun om Ameer sudah memaksanya untuk menunggu diruang tunggu, tapi Gio menolak. Ia tidak ingin meninggalkan Karin.

Gio bangkit dari posisinya lalu mengintip ke dalam kamar melalui jendela. Dilihatnya Karin tengah tertidur. Gio pun beranjak dari tempatnya menuju mushalla untuk melaksanakan ibadah sholat subuh.

Gio mengusap wajah ketika menyelesaikan sholatnya. Setelah berdzikir, Gio menengadahkan kedua tangan. Melangitkan doa kepada sang pengabul doa. Setelah memohon ampun atas semua kesalahan dan dosa yang diperbuat, Gio pun melangitkan doa untuk kesembuhan Karin. Gio berjanji, apapun akan dilakukannya demi kesembuhan Karin.

Gio tersenyum kepada salah satu bapak paruh baya yang juga baru keluar dari mushalla. Bapak tersebut berumur sekitar 60 tahunan.

"Siapa yang sakit, mas?" Tanya bapak tersebut kepada Gio.

"Istri, pak."

"Dirawat di ruangan mana?"

"Rehabilitasi mental, pak."

Bapak tersebut mengangguk.

"Bapak siapanya yang dirawat disini?" Tanya Gio balik seraya kaki keduanya sama-sama melangkah keluar dari area mushalla.

"Anak perempuan saya. Jiwanya terganggu semenjak diselingkuhi suaminya. Hancur hati saya melihat keadaannya mas."

Gio tertegun. Kalimat yang disampaikan bapak tersebut seolah menyindir Gio.

"Anak saya itu baru berumur 24 tahun. Dari kecil saya sayangi dia dengan sepenuh hati. Saya rela melakukan apa saja untuk kebahagiannya. Saya kerja siang malam untuk memenuhi kebutuhannya agar dia tidak berbeda dengan anak-anak yang lain. Saya nikahkan dia dengan lelaki pilihannya dengan harapan, laki-laki tersebut dapat membuat anak saya lebih bahagia. Ketika itu saya berharap laki-laki tersebut mencintai anak saya melebihi cinta saya. Tapi ternyata nggak mas. Justru laki-laki itu yang membuat anak saya gila seperti sekarang."

Gio menghentikan langkahnya. Apa yang disampaikan bapak tersebut merupakan suara kesedihan dari seorang ayah yang mental anaknya dihancurkan oleh laki-laki lain. Dan Gio berada di posisi laki-laki lain itu. Mungkin apabila Dirga masih hidup, betapa hancur dan merasa bersalahnya Dirga melihat putri semata wayangnya sakit karena laki-laki pilihannya.

"Mas? Kenapa berhenti?"

"Mungkin kalau mertua saya masih hidup, dia juga akan mengatakan hal yang sama dengan bapak."

Kening bapak paruh baya tersebut mengerut.

"Istri saya dirawat disini karena saya pak. Karena keegoisan saya."

Bapak tersebut menghela napas lalu menepuk pundak Gio. "Perbaiki selagi bisa, mas. Kamu masih muda dan saya yakin kamu orang baik. Minta maaf sama istri kamu dan keluarganya."

Gio mengangguk.

"Anak saya sudah empat bulan di rawat disini dan tidak pernah sekalipun suaminya menjenguk. Itikad baik dari keluarganya juga tidak ada. Saya sudah ikhlaskan, mas. Biar saya dan istri yang merawat anak saya. Saya percaya, hukum Allah itu ada. Biar Allah yang membalas."

"Benar pak. Biar Allah yang membalas."

Apakah Gio sadar dengan apa yang baru saja dikatakannya? Seharusnya itu Gio katakan untuk dirinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang