Bab 3. Harun Al-Rasyid

4 1 0
                                    

Pesanan bunga diawal bulan ini kian meningkat, antusiasme orang-orang untuk menjadikan bunga sebagai hadiah istimewa begitu besar hingga memaksa "Odd Florist" harus memproduksi rangkaian bunga dalam jumlah banyak.

Alina masih duduk dimeja kasir ketika lonceng dipintu masuk toko berbunyi, seorang Pemuda yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap dengan name tag bertuliskan nama yang begitu familiar muncul.

Gaza D. Adikara

Gaza yang awalnya sibuk memandangi seluruh area toko kemudian menyunggingkan senyum lebar ketika melihat sosok Gadis yang dicarinya muncul dipandangan mata.

Alina yang segera menyadari kehadiran Gaza, bangkit dari duduknya, melepas apron yang melekat dibajunya dan kemudian berjalan kearah meja khusus yang disediakan disisi lain toko, sengaja ditata oleh Mama agar pelanggan bisa duduk untuk berdiskusi soal bunga yang ingin dipesan dan menikmati suasana toko bunga yang hangat.

"Sepertinya Nona bunga sangat sibuk, sampai tidak sempat menyapaku dengan baik disekolah hari ini"

Gaza tersenyum setibanya dimeja itu, tangannya menyodorkan sebuah brosur tawaran masuk organisasi jurnalistik yang cukup terkenal di SMA Alexandria.

Mendengar sindiran Gaza, Alina tersenyum kecut, Ia memang sengaja tidak menyapa Gaza disekolah tadi, Ia terlihat sangat sibuk jadi Panitia pengenalan Organisasi, Alina tak enak hati untuk menganggu waktunya

"Apa ini kak?" Alina mengeryitkan dahinya bingung, Ia cukup terkejut Kak Gaza yang sibuk dengan jabatannya sebagai ketua Club Jurnalistik dengan senang hati berkunjung ke toko hanya untuk mengajaknya bergabung di salah Club favorit di SMA Alexandria itu.

"Hanya tawaran sederhana, untuk Gadis dengan bakat yang luar biasa" Gaza masih dengan senyuman yang sejak tadi tak pernah hilang diwajahnya. Ia kemudian menyodorkan Ipad yang sejak tadi sudah dipegangnya. Menunjukkan sebuah blog yang cukup populer dan memiliki ratusan pembaca tetap akhir-akhir ini.

Dengan nama pena Harun Al-Rasyid.

"Blog ini, milikmu kan?" Ucap Gaza dengan sedikit penekanan diakhir. Ia berharap Alina bisa masuk di Club Jurnalistiknya, karena Club saat ini kekurangan anggota yang memiliki potensi dalam bidang kepenulisan.

"Mmm... itu, itu hanya keisengan saja. Aku tak ada niat untuk mendalaminya" Alina berusaha mengelak.

"Kita sudah saling mengenal sejak lama, dan aku tau kamu pasti bisa, Al. Kita coba dulu ya. Dalam dunia SMA. selain akademik, kegiatan non-akademik seperti ekstrakulikuler juga sangat penting untuk mendukung kemampuan siswa. Dan Aku merasa kamu memang layak untuk itu" Gaza berusaha meyakinkan Alina. Gadis itu masih terlalu awam dalam dunia SMA yang baru saja digelutinya. Dan tentu saja sebagai seorang senior yang sudah lebih dahulu mengenyam masa itu, Gaza takkan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendorong potensi Alina.

"Baiklah" Alina meraih brosur itu, menatap padanya sejenak sebelum kembali fokus pada Gaza.

Perkenalan keduanya dimulai saat Alina berusia 12 tahun, saat itu Alina yang seharusnya mendapatkan pendonor mata dirumah sakit dalam negeri pada akhirnya harus melakukan prosedur operasi yang lebih profesional di Singapura atas keinginan Nenek dari pihak Almarhum Ayahnya. dan disanalah Ia bertemu Gaza pertama kali, Gaza adalah anak dari Dokter Musa Adhikara, dokter spesialis mata yang saat itu bekerja untuk rumah sakit Singapura. Bagi Alina, Gaza sudah
seperti kakak dan sahabat untuknya. Kehadiran Gaza yang satu tahun lebih tua darinya mengingatkannya pada sosok kakaknya yang sudah lama tak dijumpainya.

"Itu baru Alina yang kukenal. Pertimbangkan lagi, setelah itu temui Aku besok di ruang Jurnalistik, akan ada sesi seleksi wawancara disana. Meski masuk atas rekomendasiku, mengikuti prosedur adalah salah satu kewajiban calon anggota"

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang