Bab. 8 Tuan Pelanggan (2)

13 3 0
                                    

Seolah sudah digariskan, pada akhirnya Tuhan membawa Aqsa kembali pada tempat ini. Tempat yang tidak sengaja Ia datangi kemarin setelah berteduh karena hujan.

"Bukankah ini toko bunga yang kemarin aku datangi?"

"Iya Mas, saya kesini lagi karena dapat rekomendasi dari Bi Areng, katanya toko bunga disini sangat terkenal dengan karangan bunga dan dekorasi mereka. Kita akan coba kesini dulu ya" Tuan jiro memutar setir perlahan, bergerak kearah sisi kanan jalan dan kemudian memarkirkan mobil itu berjarak sekitar dua toko kosong dari toko bunga itu, persis di sebuah lahan kosong.

"Mas, saya angkat telpon dulu ya. Mas Aqsa bisa duluan ke toko. Saya akan segera menyusul" Tuan Jiro bergegas mengangkat panggilan yang sedari tadi berdering diponselnya.

Tanpa menunggu Tuan Jiro yang masih sibuk dengan urusannya, Aqsa segera keluar dari mobil, mendekat kearah toko yang bernuansa putih dan krem itu.

Karena masih ada waktu cuti, hari ini Ia memutuskan untuk menemani Paman jiro mencari toko bunga untuk yayasan Kakek.

~~~~~~

Sementara itu diarea parkir Odd Florist.

"Sekarang sudah lewat tenggak waktunya, kamu harus bayar!" Pria bertato naga dilengannya itu terlihat sudah tidak sanggup menahan emosinya, tangan kanannya menggenggam erat kerah baju Pak Didi.

Pak Didi sedikit tersentak. Ekspresi wajahnya berubah suram. Pria berusia pertengahan 40-an itu terdiam diposisinya, tak berani bergerak apalagi berteriak minta tolong, ditambah dijam itu jalanan masih sepi dan belum ada satupun pelanggan yang datang.

Ia memohon belas kasih agar pria bertato itu tidak benar-benar melayangkan bogeman mentah kearah wajahnya.

"Ampun Pak. Saya akan bayar hutangnya minggu depan. Saya janji! Untuk saat ini saya masih belum gajian!"

"Aaaalaahhh. Tidak ada alasan. Orang miskin sepertimu suka membuat cerita menyedihkan agar kamu tidak jadi membayar hutang!. Aku tak mau dengar alasan apapun. Kalau tidak aku akann_______"

Pria bertato hendak melayangkan pukulan ke wajah Pak Didi. Tapi ada yang aneh sekarang, Ia berusaha menggerakkan tangannya, namun seseorang dari arah belakang terlihat berusaha keras menahan tangannya agar tidak mengenai wajah Pak Didi.

"Si....si apa kamu hah??" Pria bertato itu menoleh, mendapati seorang Pemuda tengah menatapnya dengan tatapan tajam.

"Seharusnya aku yang bertanya, siapa kamu sampai bertindak semena-mena seperti itu kepada orang yang tidak berdaya?" Ia menggertak pria bertato itu tanpa takut.

"Tuan muda?" Pak Didi yang masih berada diposisi pesakitan, berusaha mengenali pemuda yang sudah menolongnya itu.

"Saya Pak Didi. Tuan. Mantan tukang kebun" ucap Pak Didi dengan raut wajah sumringah, melupakan fakta jika Ia sedang disandera rentenir.

Aqsa mengernyitkan dahinya bingung. Wajah itu seperti tidak asing. Ah, Aqsa ingat pria itu sekarang. Pak Didi adalah adiknya Bi Areng. Dahulu Ia sempat bekerja dengan kakeknya sebelum memutuskan pindah.

"Ah, iya Aqsa ingat, Pak Didi kan?"

"Heii... Ini bukan acara reuni, lepas tanganku anak kecil! Aku tak ada urusan denganmu!" Pria bertato itu melepas genggaman tangan Aqsa, sementara tangan yang satunya lagi akhirnya terlepas dari kerah baju Pak Didi.

"Tenang. Semua bisa dibicarakan baik-baik pak. Sekarang tolong Anda jelaskan dulu soal utang piutang ini dengan kepala dingin" Aqsa memilih untuk tidak menghadapi masalah ini dengan kekerasan. Setidaknya Ia bisa menghemat tenaga.

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang