Bab 6. Lily of The Valley

4 1 0
                                    

Seolah mendukung kunjungannya hari ini, langit yang tadinya hujan dan gelap berawan berangsur berubah menjadi cerah sejak Ia memasuki area pedesaan. Disinilah Ia sekarang sebuah taman pemakaman umum sederhana diatas bukit, Aqsa meraih gelas kaca berisi air dan beragam jenis bunga yang sengaja Ia bawa, menuangkannya dengan hati-hati pada setiap jengkal gundukan tanah berumput itu.

Dari gundukan tanah, tangannya kemudian mengarahkan gelas kaca itu pada batu nisan bertuliskan nama seorang wanita, hingga tetes terakhir.

Anna Serafina binti Ismail

Dia adalah ibunya, wanita yang menghabiskan hari-hari terakhir dalam hidupnya diatas kasur pesakitan tanpa bisa melakukan apapun. Mengikhlaskan sebuah fakta menyakitkan tentang suami sah yang memilih selingkuh dengan sahabatnya sendiri dibelakangnya.

"Maaf... maafkan Ibu, yang belum bisa menciptakan keluarga yang bahagia dan utuh untuk kalian berdua"

Kalimat itu, adalah satu-satunya kalimat utuh yang bisa Ibu ucapkan sebelum akhirnya seluruh organ vitalnya menjadi lumpuh dan berakhir pada sebuah kematian yang tak pernah ada dalam benak Aqsa kecil saat itu.

Aqsa menghela nafas kasar, berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, Ia hanya tak ingin Ibunya tahu jika saat ini Ia sedang menangis. Sia-sia saja Ia berdandan sangat tampan dengan jas dan kacamata hitam, dengan tujuan awal untuk mengabarkan pada Ibu tentang kemenangannya dikejuaraan taekwondo internasional, jika pada akhirnya Ia hanya akan menangis seperti anak kecil dihadapan Ibunya.

Ah, hampir saja Ia lupa. Bunga Lily, atau dalam bahasa Inggris orang menyebutnya Lily of the Valley, bunga favorit ibunya, yang sengaja Ia pesan di toko bunga tadi sebelum berkunjung kesini. Dengan segera Ia meraih bunga itu, meletakkannya dengan rapi diatas nisan, berharap Ibunya bisa merasakan kehadirannya dan aroma bunga favoritnya ada disini. Bunga lily bagi beberapa kebudayaan sering dianggap sebagai simbol kebahagiaan, kesucian, dan kemurnian.

Dimasa lalu, disetiap sudut rumah mereka kala itu, Bunga lily menjadi hiasan wajib di dalam vas kaca. bagi Ibu, Bunga lily adalah gambaran dari kebahagiaan dan harapan baik yang harus selalu dipanjatkan Manusia pada Tuhan dalam setiap jengkal hidupnya.

Bicara soal bunga, Ingatan Aqsa mendadak berputar pada memori beberapa saat yang lalu saat Ia ada ditoko bunga.

Gadis itu, tak salah lagi dia adalah Alina yang selama ini Ia cari. Sejak Percakapan terakhir ditaman rumah sakit kala itu, Aqsa sudah tidak pernah bertemu dengan gadis kecil itu lagi, dari informasi yang Ia dapat Gadis itu pindah bahkan sebelum Aqsa sempat mengembalikan sapu tangannya. Pertemuan mereka kala itu, begitu membekas dan terus berputar dalam ingatannya.

Kembali pada kejadian di toko bunga beberapa saat yang lalu.

"Maaf, apa ada yang bisa saya bantu Tuan?" Gadis muda itu bertanya dengan sopan ketika menghampiri Aqsa dimejanya.

Mendengar suara gadis itu untuk pertama kalinya, bahkan Ia memanggil dirinya dengan embel-embel "tuan" membuat Aqsa tak bisa menyembunyikan senyumannya , Ia merasa kupu-kupu seperti sedang beterbangan diperutnya saat ini.

"Tidak... eh maksud saya, Iya saya butuh bantuan" Aqsa merutuki dirinya sendiri, kenapa mendadak Ia malah jadi tidak fokus seperti ini.

"Saya butuh bunga lily of the valley!" Ucapnya segera. Namun, belum sempat Ia mendengar respon gadis itu, seorang wanita berambut pirang tiba-tiba saja muncul dan menengahi pembicaraan mereka, wanita itu malah sampai berteriak dan membuat keributan di toko bunga. Gadis itu tentu saja tak tinggal diam, Ia memberi kode pada seorang karyawati yang sedari tadi mematung di dekat meja kasir agar segera melayani Aqsa, sementara Ia sendiri pergi dan mengurus komplain wanita berambut pirang itu.

Sejujurnya entah mengapa Aqsa merasa sedikit kecewa, tetapi itu tak menjadi masalah, setidaknya Ia sudah mengetahui jika Gadis itu adalah Alina yang selama ini Ia cari.

"Permisi Tuan mu____"

Aqsa yang segera sadar dari lamunannya tentang kejadian tadi, dengan kehadiran Tuan Jiro segera menatap tajam kearah pria berusia hampir setengah abad itu.

"Paman, Ingat! Jangan panggil Tuan muda lagi. Panggil Aqsa saja!" Ucapnya memperingatkan.

"Baik, Mas Aqsa. Saya cuma mau mengingatkan kalau sebentar lagi waktu pertemuan dengan walikota akan tiba. Akan lebih baik jika Mas Aqsa datang lebih awal ke balai kota " ucap Tuan Jiro menerangkan dengan tenang, Aqsa menepuk jidatnya pelan. Ia hampir saja lupa jika selain mengunjungi makam Ibu, agenda utamanya hari ini adalah menenuhi undangan walikota, sebagai bentuk apresiasi atas kemenangannya dalam turnamen taekwondo yang lalu.

Setelah berpamitan pada Ibunya, Aqsa bergegas meninggalkan area pemakaman diikuti Tuan Jiro dibelakangnya. Jika bukan karena permintaan kakek langsung, sejujurnya Aqsa lebih suka pergi dengan Boby, motor vespa kesayangannya. Namun karena pertemuan kali ini melibatkan pejabat penting, kakek dengan tegas memaksa Aqsa untuk pergi bersama Tuan Jiro, Ia sepertinya tak ingin cucunya salah langkah di perjamuan itu.

~¤♡¤~

"Baik, berarti pesanan bunga untuk besok itu, anggrek dan melati. Oke, aku udah cek ya kak. Besok akan dianter tepat waktu kerumah kakak" Alina mencatat beberapa pesanan hari ini. Termasuk pesananan Kak Gaza yang kini sedang duduk dihadapannya.

Mendengar Alina menyebutkan bunga pesanannya, Gaza hanya manggut-manggut kecil, sementara tangannya sibuk mengetik beberapa tugas penting ditablet miliknya.

Disinilah keduanya sekarang, dimeja kecil disudut ruangan di Odd Florist. Sepeninggalan dua customer sebelumnya yaitu wanita berambut pirang, dan seorang Pria muda berjas, Alina kini disibukkan mengurus pesananan bunga yang dipesanan khusus Tante Bulan, Mama kak Gaza padanya.

"Maaf jika pesanannya terlalu mendadak, tapi beneran bisa kan, Al?" Gaza menghentikan aktifitas menulisnya sejenak, melirik kearah Gadis berhijab hitam dihadapannya itu terang-terangan.

"Gapapa kok Kak. Lagian pesanan bunga untuk besok lagi gak ramai, jadi pesanan Tante bulan bisa di-handle" Alina menjawab tanpa memandang kearah lawan bicaranya.

Gaza kemudian menatap dengan tatapan penuh selidik kearah Alina.

"O iya Al, pelanggan tampan yang dibicarakan karyawati kamu tadi itu siapa?"

"Hah?? Tampan??" Alina menghentikan aktifitas menulisnya dan kemudian berfikir sejenak.

"Oo yang itu, dia bukan pelanggan. sepertinya ini adalah kali pertama dia berbelanja disini. Kalau soal tampannya, Aku gak terlalu memperhatikan wajahnya.
Karena bukan Aku yang handle tapi Sasha, karyawati disini"

Gaza tak membalas, saat sampai disini beberapa saat yang lalu, Ia memang berpapasan dengan seorang pria muda yang mengenakan jas dan kacamata hitam, dan tentu saja wajah sosok itu seperti tidak asing untuknya. Tapi, sudahlah bisa saja itu hanya kebetulan, bertemu dengan orang yang mirip dengan orang yang Ia kenal di area publik adalah hal yang lumrah terjadi. Jadi Ia tak perlu ambil pusing soal itu.

"Kak, soal berita itu. Aku akan berikan besok ya saat disekolah. Nanti aku buat salinannya juga untuk Kak Dita".

To Be Continued...

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang