Bab 13. Ber-irisan

2 1 0
                                    

"Harus saya akui kalian berdua memang luar biasa" Kepala sekolah menatap penuh kebanggaan kepada kedua anak didiknya itu. Setelah menerima penghargaan dari sekolah tempo hari, karena prestasi dibidang mereka masing-masing. hari ini secara khusus kepala sekolah memanggil Aqsa dan Gio, untuk memberikan hadiah secara langsung yang tempo hari hanya diberikan secara simbolis.

Hadiah ini adalah bagian dari apresiasi sekolah terhadap mereka yang berhasil menyumbangkan prestasi untuk sekolah dalam perlombaan apapun.

"Terimakasih Pak. Atas apresiasinya pada kami" Aqsa membalas dengan ucapan terimakasih diikuti Gio disampingnya. Keduanya kemudian berpamitan dan keluar dari ruang kepala sekolah.

Aqsa menjabat tangan Gio sebelum keduanya berpisah di persimpangan antara ruang Guru dan Ruang kepala sekolah.

Tali sepatu yang lepas mendorong Aqsa untuk berhenti di depan ruang Guru. Ia mengikat sepatunya dengan tenang dan kemudian bangkit dan hendak melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Namun, pandangannya kemudian teralihkan pada dua orang siswa dan siswi yang sedang berdiri di depan ruangan milik Pak Jihad, yang Aqsa tahu adalah Guru bahasa Indonesia sekaligus pembina Club Jurnalistik.

Aqsa mengidentifikasi keduanya sebagai Gaza dan Alina. Pemuda itu mengerutkan alisnya sejenak, berfikir keras hubungan apa yang membuat Alina bisa mengenal Gaza.

"Aqsa, Kenapa lama sekali? Ayo pergi!" Wajah Andra memerah karena kegembiraan saat Ia menepuk bahu temannya. Andra yang kebetulan ada urusan di ruang Guru fisika berhenti sejenak saat melihat teman seperguruannya itu malah melamun di depan Aula guru.

Aqsa yang segera menyadari kehadiran Andra tak bisa menyembunyikan senyumannya melihat antusiasme rekannya itu. Ia kemudian segera mengalihkan pandangannya kembali pada jalan di depan. Berusaha untuk tidak terdistraksi oleh pemandangan disampingnya. Keduanya kemudian berjalan turun melalui tangga, meninggalkan area Gedung Ki Hajar Dewantara dengan rasa penasaran yang sedikit mengusik pikirannya.

~¤♡¤~

"Al, gimana wawancara kak Aqsa kemarin? Ceritain dong." Ucap Akyla dengan Wajah yang muncul tepat saat Alina menutup loker miliknya.

"Sangat menginspirasi. Kak Aqsa memang pantas mendapat prestasi seperti itu. Dia memang Pribadi yang luar biasa" ujar Alina, tangannya sibuk memasukkan beberapa buku ke dalam tote bag yang sengaja Ia bawa dari kelas.

"Cuma itu saja? Ada yang lain ga? Bagian termenarik atau terunik dari dia gitu?" Akyla masih pada posisinya yang tadi, menatap dengan wajah memelas pada Alina.

"Mmm... apa ya?" Alina menopang dagunya dengan telapak tangan, seolah-olah tengah berfikir keras.

"Namanya"

"Hah? Nama?"

"Arti namanya sangat bagus. Katanya dahulu Ibunya menamainya Aqsa karena terinspirasi oleh salah satu dari tiga situs bersejarah dalam Agama Islam. Al-Aqsa, berarti yang paling jauh, tetapi dalam beberapa sumber lain Aqsa bisa berarti cerdas. Ibunya adalah sosok yang selalu menceritakannya banyak kisah-kisah sejarah termasuk sejarah Islam. Dan saat Kak Aqsa lahir, Ibunya terpikirkan akan nama itu. Karena berharap putranya bisa menjadi anak yang cerdas dan mendapat berkah dari Tuhan disepanjang hidupnya"

"Jadi menurutmu itu adalah hal yang paling menarik dari Kak Aqsa?"

Alina mengangguk mantap, Akyla hanya bisa geleng-geleng kepala melihat respon temannya itu. Alina memang sedikit berbeda.

Selepas mengambil beberapa buku dari loker Alina dan Akyla kemudian bergegas bangkit dari kursi mereka tepat ketika bel masuk kelas dibunyikan.

~¤♡¤~

Alina menulis beberapa point yang disampaikan Kak Nadita padanya, keduanya kini sedang berada diruang podcast. Tepat setelah bel istirahat kedua Alina diminta Kak Nadita untuk segera menyusulnya kesini. Dan karena itulah pada akhirnya Ia ada disini.

Keduanya tengah sibuk menulis point- point penting untuk naskah podcast ketika seseorang tiba-tiba saja muncul dan meminta Kak Dita untuk ikut ke ruang Pak Jihad, Pembina Club jurnalistik. Tanpa ba bi bu Kak Dita malah turut menarik tangan Alina, hingga akhirnya Gadis itu ikut mengekor dengan seniornya itu menuju Gedung Ki Hajar Dewantara, tempat dimana ruang Guru berada.

~~~~~
Alina meniup-niup telapak tangannya, Ia sendiri juga bingung harus melakukan apa sambil menunggu Kak Nadita yang tak kunjung keluar dari ruangan Pak Jihad.

Baru saja Alina akan mendudukkan dirinya dikursi panjang yang ada di samping ruangan. Suara bariton seseorang mengagetkan Gadis itu.

"Alina? Kamu ngapain disini?" Kak Gaza, muncul dengan raut wajah bingung dengan sebuah kamera yang tergantung dilehernya.

"Ini kak. Kak Dita dipanggil sama Pembina. Dan Dia minta ditemenin makanya Aku ikut kesini" Ucap Alina menjelaskan.

Gaza mengangguk, Ia kemudian mendudukkan dirinya, berjarak dua tempat duduk disamping Alina.

"Dita, gak akan lama kok dia pasti keluar sebentar lagi"

"Oiya. Al dalam setelah libur akhir semester nanti, akan ada acara anniversary yayasan kakek, dan Ibu ingin kamu juga hadir disana sebagai perwakilan volunteer dari yayasan Ayah. Ibu bilang, ingin ketemu kamu juga sekalian membicarakan soal beberapa hal penting katanya"

"Mmm... boleh kak. Nanti aku usahain buat datang."

Sejak memiliki ketertarikan dalam dunia kerelawanan selain menulis blog, Alina memutuskan untuk turut aktif membantu di yayasan mata milik Ayah Kak Gaza, selain karena pernah kehilangan penglihatan dimasa lalu, Alina juga ingin berbagi energi positif untuk orang-orang tuna netra dan mereka yang mengalami gangguan pada mata mereka.

Hampir dua puluh menit Kak Dita di dalam, beruntung Kak Gaza datang, jadi Alina tidak kesepian sembari menunggu kak Nadita keluar, sementara asyik mendiskusikan beberapa hal pada Kak Gaza, pandangan Gadis itu menoleh sekilas kearah ruang Aula rapat yang berada di balkon seberang, sosok yang cukup Ia kenali terlihat seperti sedang memperhatikan mereka sebelum akhirnya Ia pergi bersama satu orang lainnya yang muncul dari arah ruang guru.

Kak Aqsa? Gadis itu bergumam dalam hatinya.

Namun, Ia segera mengalihkan perhatiannya kembali pada Kak Gaza. Obrolan keduanya kemudian berakhir tepat saat bel masuk berbunyi dan wajah kak Dita muncul dari arah pintu ruang Guru. Ia terlihat membawa setumpuk majalah sekolah edisi bulan lalu.

Alina dan Gaza kemudian bangkit dari duduk mereka. Dan menghampiri Nadita yang muncul dengan wajah kusut.

"Gimana kak? Ada masalah?" Ucap Alina setibanya Dita di depan Mereka.

"Ada kesalahan penulisan di beberapa bagian dimajalah edisi bulan lalu, dan Bapak minta kita untuk bahas ini sama tim yang lain. O ya Za, kamu dicariin bapak dari tadi. Karena sekarang sudah mau masuk. Bapak minta nanti sepulang sekolah kamu langsung keruangan Bapak" Kak Dita kemudian menyerahkan beberapa majalah kepadanya keduanya.

"Sorry, tadi aku ketemu ketua OSIS dulu" tutur Gaza cepat.

Percakapan itu tidak berlangsung lama, segera setelah itu ketiganya kemudian meninggalkan area ruang guru.

Hari ini Alina juga ada kelas bahasa jerman, akan lebih baik Jika ia bergegas kembali ke kelas sebelum Guru pengampu mata pelajaran itu datang. Ditambah, Guru bahasa jerman terkenal cukup killer, Alina tidak ingin meninggalkan kesan buruk dimata gurunya.

Sementara itu dari kejauhan, sekilas terlihat siluet seseorang tengah menyandarkan punggungnya dibalik tembok pemisah antara tangga dan ruang guru, hingga kemudian sosok itu segera menghilang seiring dengan perginya ketiga orang tadi.

To Be Continued...

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang