Bab 17. Sarapan Pagi di Pergola

5 1 0
                                    

Malam itu, Alina merapikan koper berwarna merah muda miliknya, memastikan bahwa setiap inci koper yang Ia bawa berisi baju-baju yang memang benar-benar akan Ia gunakan. Dua hari lagi, setelah pembagian laporan hasil belajar selama satu semester Alina memutuskan untuk menjadi relawan di Yayasan milik keluarga Kak Gaza.

Sebelum ini Ia memang aktif di yayasan itu tapi Ia belum pernah melakukan kegiatan volunteer saat libur panjang sekolah. Tahun ini Ia memutuskan untuk melakukan gebrakan baru. Ditambah perayaan hari anak akan diadakan di Yayasan itu. Tentu saja Alina tidak akan melewatkan kesempatan tersebut.

Pandangannya kemudian beralih pada kotak merah muda yang diberikan Kak Gaza kemarin. Ia baru saja membukanya beberapa saat yang lalu, dan isinya tentu saja mengejutkan seperti biasa. Sebuah jam tangan yang harganya sudah pasti tidaklah murah.

Sebagai sahabat Alina memang sudah mengenal Kak Gaza sejak lama, tetapi di beberapa kesempatan Alina terkadang merasa bahwa Ia belum mengenal Kak Gaza lebih jauh. Ia seperti orang yang tidak bisa ditebak, dan mengenai rencana menjadi relawan di yayasan, Tepat setelah perayaan ulang tahun di cafe hari itu, Alina memang sudah memberitahu Kak Gaza soal rencanannya untuk melakukan kegiatan amal selama liburan, dan seperti biasa Kak Gaza mendukung penuh keputusannya.

Setelah merapikan koper miliknya. Alina beranjak dari kamar bergegas menuju kearah ruang tengah dengan lampu yang masih menyala. Gadis itu melirik kearah jam tua disudut ruangan. Jam menunjukkan tepat pukul 10 malam. Mamanya masih disana tapi dengan posisi yang sudah tertidur lelap dimeja kerjanya.

Alina merapikan kertas-kertas itu, Mamanya sepertinya sedang menghitung sesuatu yang berkaitan dengan keuangan toko, meski sudah tersedia fitur akuntansi di excel terkadang Mamanya masih suka menghitung secara manual.

Alina tersenyum simpul, Ia mendadak teringat dengan tamu wanita yang Ia lihat tempo hari. Tepat setelah mendengar percakapan mereka, tanpa pikir panjang Alina malah pergi dari rumah dengan sepedanya, mengayuh terus tanpa menyadari jika Ia malah kembali kesekolah.

Ia sadar hidup menjadi single parents pasti tidaklah mudah. Harus membesarkan anak dan menjalani peran ganda sebagai Ibu dan Ayah sekaligus. Huffttt... Gadis itu menarik nafas dalam mendudukkan dirinya dikursi kayu tanpa sandaran disamping Mamanya, menelungkupkan kepala diantara lengannya dan kemudian tanpa sadar ikut tenggelam dalam tidurnya.

~¤♡¤~

Matahari belum sepenuhnya terbit tetapi Pria paruh baya itu terlihat begitu bersemangat berlari, melintasi jalanan setapak dengan rumput disisi kanan dan kiri, bersama cucu-nya.

"Kek, ayolah. Apa kakek tega membiarkan Aqsa pergi ke yayasan selama liburan sekolah?" Yagis berusaha mengatur nafasnya, sejujurnya Ia bukanlah tipe anak yang suka olahraga bila dibandingkan dengan Aqsa. Ia lebih menyukai permainan analisis otak daripada fisik. Tetapi jika berbicara soal berkuda itu mungkin lain cerita.

Tuan Abraham menghentikan lari kecilnya. Menolah sekilas pada cucunya itu sebelum lanjut melakukan lari kecil.

"Jika kamu menemani kakek jogging hanya untuk membela adikmu itu, percuma! Keputusan Kakek sudah bulat."

"Tapi Kek. Aqsa akan ada sparing dalam waktu dekat. Apa Kakek tega membiarkan cucu Kakek gagal meraih mimpinya hanya karena tidak melakukan latihan?"

Tuan Abraham menghentikan larinya lagi, tetapi kali ini Ia tidak menoleh.

"Kesalahan adikmu sudah tidak bisa ditoleransi. Kakek akan membiarkan dia fokus pada latihan taekwondonya asal kamu mau menggantikannya menjadi relawan di yayasan!"

"Ahh... anu Kek. Soal itu, Yagis bukannya tidak mau atau tidak memiliki jiwa sosial. Hanya saja Yagis ada acara bersama Club berkuda. Jadi-"

"Kalau kamu juga tidak bisa menggantikannya. Maka biarkan dia mendapatkan hukumannya!" Tuan Abraham hendak melanjutkan larinya, namun terhenti ketika suara lain terdengar memanggil namanya dari kejauhan.

Yagis yang mendengar itu kemudian ikut menoleh, dan benar saja Ia mendapati Gaza muncul dengan kaos polo berwarna navy dari arah pintu gerbang belakang.

Sementara itu tidak jauh dari lokasi Kakek dan kedua cucunya berada, tepatnya disebuah pergola dengan tanaman merambat disetiap sisi tiang penopangnya.

*Gambar hanya ilustrasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Gambar hanya ilustrasi

"Bi, apa Kakek sudah tidak sayang lagi padaku?" Ucap Aqsa lirih. Bi Areng yang duduk disampingnya segera menghentikan aktifitas menuangkan teh hangat diatas cangkir dan menatap pada pemuda yang sudah Ia rawat sejak bayi itu.

"Nak, kasih sayang itu tidak selamanya soal cinta atau kebaikan. Wujud nyata dari kasih sayang itu adalah ketika seseorang tidak ingin orang yang Ia sayangi terjerumus pada hal yang salah"

"Lalu, kenapa Kakek malah menghukumku? Apakah salah jika Aku mencari tahu soal keberadaan Ayahku? Bi?"

"Nak, Bibi tidak tahu pasti apa alasan Kakek mu melakukan itu. Ia pasti punya sebuah alasan yang tidak bisa Ia jelaskan padamu saat ini. Dan soal hukuman, itulah yang Bibi maksud dengan kasih sayang. Kakekmu memberikan hukuman agar kamu sadar jika perbuatanmu itu tidak baik, dan kemudian kamu akan mengintrospeksi diri untuk tidak mengulanginya lagi." Tutur Bi Areng, Ia kembali melanjutkan aktifitas menuangkan teh hangat disetiap cangkir.

"Kau tahu Nak, Tuhan memberikan ujian pada Hamba-Nya bukan karena Tuhan membenci hamba-Nya. Itu adalah salah satu cara untuk menunjukkan bahwa Tuhan ingin kamu semakin dekat. Karena Tuhan senang Kamu dekat dengan-Nya. Sama halnya dengan Kakek mu mungkin Ia melakukan itu agar kamu menyadari jika Kakekmu sebenarnya sangat menyayangi kamu dan semua cucunya"

Aqsa yang semula memandang kearah Kakek, Yagis dan Gaza di seberang sana kemudian menoleh kearah Bi Areng dan tersenyum lembut.

"Entahlah Bi. Aku hanya harus melakukan kegiatan amal itu dan kembali untuk fokus pada latihanku" Aqsa mengepalkan kedua tangannya. Ia masih harus menghadapi satu turnamen taekwondo lagi sebelum tahun depan Ia harus fokus pada Ujian kelulusannya.

"Nikmati saja. Siapa tahu hukuman itu malah membawa hal baik yang tidak terduga dalam hidupmu. Kita tidak pernah tahu sampai kita mencoba dan merasakannya , benar bukan?."

Aktifitas jogging antara Kakek dan cucu itu berakhir sekitar pukul 07.15.
Namun sebelum itu, mereka semua memutuskan untuk sarapan di pergola.

Tuan Abraham tertawa hingga hampir membuat Ia tersedak.

"Kakek, pelan-pelan jangan sampai tersedak!" Ucap Yagis memperingatkan, ia dengan sigap menyerahkan segelas air pada Kakeknya.

"Tidak apa-apa. Kamu tenang saja Yagis" Tuan Abraham membersihkan wajahnya dengan tissu dan kembali mengobrol dengan cucunya yang lain.

"Wah wah wahh Gaza. Kakek bangga padamu. Soal mengikuti seminar itu adalah keputusan yang tepat. Selagi itu mendukung bakatmu kakek akan mendukungnya 100%"

"Terimakasih Kek" Gaza tersenyum senang, ia melirik kepada Aqsa sejurus kemudian.
Usahanya untuk mendapat dukungan kakek berhasil juga. Ia memang sengaja datang kerumah Kakek pagi ini. Setelah tempo hari mendapat panggilan khusus dari Kakeknya diruang kerjanya. Gaza merasa Ia akan bisa mendapat perhatian yang selama ini Ia idamkan dari Kakeknya.

"Jadilah cucu yang penurut maka Kakek akan mendukung kalian"

Ucapan Kakek menarik perhatian Yagis ia kemudian melirik sekilas pada Aqsa yang terlihat diam sambil menikmati sarapannya seolah bersikap acuh tak acuh pada situasi dihadapannya.

"Ayoo cepat habiskan sarapan kalian. Meski tidak belajar. Setidaknya kalian harus kesekolah kan?"

To Be Continued...

Catatan Kaki:

Pergola : Pergola adalah bagian dari bangunan rumah atau berdiri sendiri sebagai peneduh atau pelindung dari panas dan terik sinar matahari.

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang