"Apa Mbak Alina akan pergi sekarang?" Sasha yang awalnya sibuk memeriksa rangkaian bunga yang sedang dikerjakan beberapa pegawai kontrak, segera beralih menatap Alina yang muncul dari arah pintu belakang.
Gadis itu muncul dengan rok kargo berwarna cream dan sweater putih yang dipadukan dengan pasmina hitam dan sneakers putih dengan aksen motif favoritnya.
"Iya ni Sa, aku pergi dulu ya. Assalamualaikum"
Alina berlalu tanpa menunggu respon Sasha, meninggalkan area toko dengan berjalan kaki, setidaknya ada beberapa blok sampai Ia bertemu halte bis di depan, tak lupa payung harus selalu dibawa untuk berjaga-jaga jika hujan turun sore ini.Hari ini adalah hari yang sudah dijanjikan, tim Alina akan melakukan wawancara kepada salah satu siswa berprestasi disekolahnya. Gadis itu sudah menghubungi kak Ananta dan Naufal dan keduanya memintanya agar berangkat lebih dahulu karena mereka akan segera menyusul, jadi Ia memutuskan untuk datang lebih awal dari yang waktu yang disepakati, agar narasumber merasa dihargai. Ia tidak ingin pengalaman pertamanya menjadi jurnalis sekolah, meninggalkan kesan buruk hanya karena salah satu dari mereka tidak datang tepat waktu.
Alina menaiki satu persatu anak tangga setibanya disana, cafe itu terletak di lantai 2 gedung kebudayaan ditengah kota, tetapi ia memiliki tangga sendiri yang terhubung dengan area outdoor. Seorang pelayan pria menyapanya ramah saat pintu itu dibuka, Gadis itu menyebutkan meja yang sudah dipesan dan kemudian pelayan pria itu menuntunnya di depan menuju kearah meja berkursi lima yang berada di area balkon yang menghadap persis ke jalanan kota. Jalanan yang padat dengan hiruk pikuk kehidupan masyarakat urban.
"Terimakasih" tak lupa Ia mengucapkan terimakasih setelah sebelumnya mengatakan akan memesan makanan setelah ketiga orang yang ditunggu datang.
Gadis itu memeriksa ponselnya, menemukan pesan yang dikirim kak Ananta, yang mengatakan bahwa mereka mungkin akan terlambat 15 menit. Alina membalas singkat sebelum kembali fokus pada arsitektur cafe ini. Kata orang cafe ini adalah cafe yang cukup terkenal, tetapi karena Ia memang bukan tipe remaja yang suka nongkrong di cafe, jadilah ia sedikit kudet soal cafe dan tempat catchy lainnya di sini.
Bangunannya yang ala-ala cafe modern dengan sedikit sentuhan kebudayaan Indonesia. Menarik!
~¤♡¤~
Aqsa memeriksa arloji ditangan kanannya, hari ini Ia datang dengan diantar oleh Supir, dan seolah sudah Ia prediksi, disinilah Ia sekarang terjebak disituasi macet yang sangat Ia hindari. Tapi apa boleh buat. Ia mungkin akan sedikit terlambat sampai di cafe.
"Pak, sampai kapan kira-kira kita akan terjebak disini?" Aqsa menatap spion tengah yang menampilkan wajah Pak Slamet.
"Waduh, masih lama banget kayaknya Mas. Saya lihat kemacetannya mengular" wajah Pak slamet terlihat bekerut di dahi. Sepertinya Ia juga bingung kapan kemacetan ini akan berakhir.
"Ya sudah. Pak, Aqsa jalan kaki saja ya. Nanti kalau macetnya sudah kelar, bapak nyusul Aqsa ke cafe itu setelah jemput Bi Areng. Oke?"
Aqsa berpamitan dan kemudian memilih untuk melanjutkan sisa perjalanan dengan berjalan kaki. Cafe itu juga sudah berada tak jauh dari dimana posisinya berada sekarang.
~~~~~
Sudah berulang kali ponsel itu menyala, lalu kemudian mati dan nyala lagi hingga beberapa saat, Alina terus saja sibuk menghitung tiap detik yang Ia habiskan untuk menunggu, baik Kak Aqsa, Ananta maupun Naufal belum menunjukkan tanda-tanda kemunculan mereka. berbicara soal wajah Kak Ananta dan Naufal, tentu saja Ia tahu, tetapi sejujurnya Ia tak terlalu tahu wajah Kak Aqsa seperti apa, ia sangat khawatir jika ternyata Kak Aqsa sudah datang sejak tadi, tetapi tak mengenali dirinya. Ah, tapi tidak mungkin. Bukankah yang memesan tempat kak Aqsa sendiri? Dia pasti sudah tahu mejanya dimana.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Oddlove
Teen FictionSejak pertemuan di bandara hari itu, hidup Aqsa seolah selalu terhubung dengan Alina-gadis kecil tunanetra yang selama hampir enam tahun ia cari. Seperti takdir yang sudah digariskan, mereka kembali bertemu sebagai senior dan junior di sekolah. Namu...