Bab 18. Blue Rose Handkerchief

7 1 0
                                    

Kerumunan anggota Club Jurnalistik yang membentuk lingkaran itu akhirnya membubarkan diri tepat lima belas menit sebelum pertandingan persahabatan antara tim sepakbola SMA Alexandria dengan SMA Nusantara dilangsungkan. Agenda ini adalah puncak dan event yang paling dinantikan banyak siswa setelah ujian akhir semester. Ditambah kedua sekolah ini memang sudah menjadi rival sejak angkatan terdahulu.


Alina merapikan seragam dan name tag-nya, setelah menerima arahan dari Kak Ananta untuk meliput agenda hari ini dengan anggota divisi lain, Alina memutuskan untuk duduk ditribun yang berada tepat ditengah. Posisi yang cukup strategis untuk mendapat gambaran suasana sekolah pada event hari ini.

Ia bisa melihat dengan jelas setiap titik di stadion ini dengan leluasa. Termasuk Kak Gaza. Ia bisa melihat jika Kak Gaza kini tengah melambaikan tangan kearahnya, padahal Ia saat ini sedang berada cukup jauh ditengah lapangan. Ia terlihat sibuk berbincang dengan beberapa siswa dari SMA lawan bersama dengan Ketua OSIS, lengkap dengan kamera yang bertengger di leher yang sudah menjadi ciri khas-nya.

Alina tersenyum sekilas sebelum Ia kembali fokus pada ponselnya yang sejak tadi berdering, dan benar saja ada sekitar lima panggilan tidak terjawab dari Aqila yang sekarang entah ada dimana.

Alina mengirim pesan pada Aqila dan memberitahu posisinya dimana, namun Gadis itu malah memintanya untuk segera menyusul ke kelas dengan alasan jika Ia membutuhkan bantuan dan hanya Alina yang bisa menolongnya.

Alina memeriksa jam diponselnya masih ada sepuluh menit lagi. Ia bisa kembali ke stadion ini nanti setelah menolong Aqila. Yang terpenting ia sudah mendapatkan sedikit gambaran untuk outline beritanya.

Alina yang buru-buru keluar, tanpa sadar malah menabrak seseorang yang hendak masuk hingga membuat barang yang dibawa orang itu berceceran.

"Maaf.. maaf Aku tidak sen-"

"Nona Alina? Astaga seperti takdir kita malah bertemu lagi disini!" Andra, Ia tersenyum menatap Alina. Sementara tangannya sibuk membereskan barangnya yang berjatuhan.

"Astaga! Kak Maaf
Aku ga sengaja tadi buru-buru. Biar ku bereskan" Alina segera membantu Andra mengemasi barang-barangnya.

"Its okay. Bukan masalah besar"

Tangan-nya kemudian mengarah pada sebuah kotak kayu yang tidak sengaja terbuka hingga memperlihatkan isinya yang keluar.

Gadis itu terdiam, memastikan jika apa yang ditangkap indera penglihatannya bukan kesalahan.

"Sapu tangan ini?-" Alina hendak meraih kotak itu namun urung karena Andra bergerak 2x lebih cepat darinya.

"Sapu tangan? Ada apa dengan sapu tangannya?" Andra mengernyitkan dahinya, bingung. Baru kali ini ada orang yang tertarik melihat sapu tangan tua itu.

"Ini hanya sapu tangan tua. Aku pun heran dengan pemiliknya, mengapa selalu dibawa kemana-mana. Sangat aneh bukan?"

"Ahh, sudahlah sapu tangan ini tidak penting. Aku sedang buru-buru. Aku permisi dulu, Alina. Sampai bertemu dilain waktu!" Andra terlihat bergegas memasukkan barang yang tersisa termasuk sapu tangan itu ke dalam tas kain hitam yang dibawanya.

Keduanya berdiri dan kemudian berpisah dipintu masuk, sementara Alina masih berusaha mencerna apa yang baru saja Ia lihat. Ia bahkan tidak sempat bertanya siapa pemilik sapu tangan itu. Sapu tangan yang hanya ada dua di dunia ini. Sapu tangan itu khusus dibuat oleh kedua orang tuanya untuknya saat Ia berulang tahun ke-8. Satu dari Mamanya dan satu lagi dari Almarhum Ayah-nya. Dan yang masih Alina simpan sampai saat ini hanya tersisa satu buah saja.

"Jika bukan milik Kak Andra, lalu milik siapa?".

~¤♡¤~

"Hey! Apa yang kau lakukan disana?!"

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang