Bab 20. Hari Kepergian

2 0 0
                                    

"Apa Anda yakin akan berkunjung kesini?" Paman Jiro menanyakan pertanyaan itu untuk yang kedua kalinya setibanya mereka di rumah sakit itu.

Aqsa mengangguk mantap. Malam itu setelah kedatangan Suster Diana yang mengabarkan soal kondisi Tantenya yang sedang tidak baik-baik saja Ia memutuskan untuk mampir ke rumah sakit ini setelah sekian lama.

Mobil itu berhenti di pintu masuk. Aqsa memilih untuk berjalan kaki saja dari sana, meninggalkan Paman Jiro dan Pak Slamet menunggunya di Mobil.

Memasuki pelataran dan berjalan dengan tenang melalui sepanjang koridor yang masih mempertahankan gaya klasik-nya itu.
Rumah sakit itu tidak terlalu ramai atau sepi. Sesekali di sisi koridor akan ada pasien yang duduk dengan kursi roda, atau Berdiri bersama keluarga atau perawat Mereka yang menyapanya ramah.

Ruangan tempat Tante dirawat ada diujung Bangsal Melati. Aqsa mendorong pintu itu pelan namun masih menimbulkan suara yang memancing atensi beberapa orang diluar ruangan.

Aqsa memeriksa ke dalam. Mendapati Tantenya ternyata sedang tertidur di kasur pesakitan. Wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. Sejak terakhir kali Aqsa kemari satu tahun yang lalu tidak ada kemajuan dalam sakitnya. Awalnya saraf terjepit tapi semakin lama akhirnya penyakit itu melumpuhkan seluruh bagian tubuh rapuh itu kecuali kepala sampai bagian perut. Bicaranya pun tidak terlalu jelas pada saat itu tetapi Aqsa selalu berusaha memahami setiap kalimat yang Tantenya lontarkan.

Dia adalah Tante Sintya saudara kembar Almarhumah ibunya. Melihat wajah Tante Sintya adalah obat, jika Aqsa merindukan wajah Ibunya.

Suster Diana muncul dari balik pintu, Ia tersenyum senang karena Aqsa akhirnya ada disini.

"Sejak semalam dia selalu mengigau menyebut nama Ibumu. Saya pikir Dia mungkin merindukan saudaranya"

Suster Diana adalah perawat khusus yang ditugaskan Kakek untuk merawat Tante Diana. Meski Ibu telah meninggal dunia, Kakek selalu merasa bahwa semua yang berhubungan dengan menantu kesayangannya itu adalah tanggung jawabnya termasuk adik Ibu.

"Syukurlah jika Tante baik-baik saja. Terimakasih suster karena sudah mau merawat Tanteku dengan baik."

"Sama-sama Aqsa. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya"

"Apa perlu Saya bangunkan?"

"Tidak jangan Suster. Biarkan Tante beristirahat. sepertinya Aku tidak bisa lama-lama berada disini" Aqsa melirik kearloji yang melingkar dilengannya.

"Kamu akan pergi kemana, Nak?"

"Aku akan pergi ke yayasan Kakek.
Menjadi relawan disana selama liburan sekolah. Berhubung yayasan itu tidak terlalu jauh dari rumah sakit ini, Aku akan mengusahakan untuk lebih sering kemari selama disini "

"Baiklah. Semoga kebahagiaan dan keberkahan dari Tuhan selalu menyertaimu" Suster Diana tersenyum sebelum Mereka mengakhiri percakapan itu.

~¤♡¤~

Aqsa memutuskan untuk berjalan-jalan sedikit lagi. Mengelilingi area rumah sakit ini sebelum pergi ke yayasan. Rumah sakit ini adalah tempat dimana Ia dirawat enam tahun yang lalu. Di malam kematian ibunya. Aqsa yang saat itu merasa dibohongi oleh Bi Areng nekat kabur dari rumah, Aqsa yang saat itu masih kecil dan naif berpikir jika Ibunya masih hidup dan semua orang sedang membohonginya.

Di Malam itu dengan kendaraan umum dan uang seadanya Ia nekat pergi ke daerah asal ibunya dahulu yaitu dikota tempatnya berada sekarang, sekitar 4 jam dari Ibu kota Provinsi. Namun, malang tidak dapat ditolak Ia malah mengalami kecelakaan yang berakibat Ia harus dirawat dirumah sakit ini dan bertemu dengan Alina.

Tangannya masih bermain dengan dedaunan itu sampai sebuah panggilan video dari Andra menghentikannya.

"Assalamualaikum, Tuan muda"

Wajah usil Andra muncul bersama Deo dan Aydin disana. Rekan satu Clubnya di Club Taekwondo.

"Waalaikumussalam. Ya, ada apa?"

"Bro! Ayolah, latihan ini tidak akan seru tanpa kehadiranmu!" Itu adalah suara Deo yang muncul dengan keringat yang bercucuran diwajahnya.

"Heii biarkan aku berbicara dengan Aqsa!" Aydin menarik ponsel itu hingga hanya menampilkan wajahnya saja dilayar.

"Sa. Kapan kau kembali? Kita masih perlu berlatih untuk turnamen!"

"Kalian latihan saja dengan serius jangan pikirkan Aku. Aku akan menyusul dan mengejar ketertinggalan setelah liburan sekolah berakhir"

"Hei... sudah sudah. Sekarang gantian Aku yang berbicara dengan Aqsa. Kalian berdua kembalilah berlatih!" Andra segera meriah ponsel miliknya.

"Nikmati waktumu Bro. Kabari Aku atau Yagis jika ada masalah Sampai bertemu nanti. Kamu mau latihan dulu. Byeee!" Andra mematikan panggilan dengan tawa mengejak.

Aqsa berdecih sebal. sahabatnya itu terlihat begitu bahagia diatas penderitaannya. Ia bahkan sengaja menelpon hanya untuk memamerkan waktu berharga mereka tanpa membiarkan dirinya berbicara sedikitpun.

"Permisi, Mas Aqsa. Saatnya kita berangkat ke yayasan" ucap Pak Slamet yang muncul tiba tiba di depannya.

Aqsa mengangguk singkat dan kemudian berjalan beriringan bersama Pak Slamet. Hari ini petualangan barunya akan dimulai, menikmati hukuman yang diberikan Kakeknya dengan kelapangan hati. Setidaknya hukuman ini tidak seburuk Ia diasingkan keluar negara atau masuk penjara kan?.

~¤♡¤~

"Apa Hera masih menghubungimu?" Tanya Andra sambil meneguk soda yang baru diberikan Yagis padanya dengan sedikit tergesa-gesa.

"Kau sudah tidak minum berapa lama?" Yagis yang terdistraksi dengan hal tersebut segera menegur sahabatnya itu.

"Maklum, saat latihan kami hanya boleh minum air putih. Soda adalah pantangan dan kebetulan kau malah menyajikan soda untukku jadi kunikmati selagi ada." Seloroh Andra, dengan tawa khasnya.

"Bagaimana dengan Hera?" Tanyanya lagi. Menunggu respon Yagis yang masih fokus pada ponselnya.

Keduanya saat ini tengah menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup dari atas balkon kamar Yagis. Sepulang latihan taekwondo, Andra yang bosan memutuskan untuk mampir sebentar kerumah sahabatnya itu.

"Hera masih menghubungiku. Tetapi dia terus menanyakan soal keberadaan Aqsa." nafasnya kasar.

"Gadis itu. Bukannya fokus pada program pertukarannya di Amerika. Dia masih saja mencari Aqsa. Jelas-jelas Aqsa sudah menolaknya. Aku yakin Hera punya niat lain untuk mendekati Aqsa"

"Sudah. Jangan bersuudzon seperti itu. Aku sangat mengenal Aqsa dengan baik. Dia adalah tipe pria yang tidak akan memacari anak gadis orang, Sampai Ia yakin dan siap akan menikahinya saat itu juga"

"Ya.. ya kau benar. Aku yakin, jika Aqsa seperti itu, kau juga pasti sama dengannya kan? Bukankah itu sudah menjadi aturan tidak tertulis dikeluargamu?"

"Bisa jadi"

"Hanya saja, berbeda dengan Aqsa yang masih belum menemukan gadis impiannya. Kau sudah menemukan Gadis mu, kan?"

Andra tersenyum puas melihat reaksi terkejut yang ditunjukkan Yagis.

"Ck.. ck.. ck. Kamu ini bicara apa sih, Bro!. Masih banyak impian yang ingin ku capai. Berpacaran hanya akan membuatku tidak fokus" Alibinya Yagis dengan segera. Ia kemudian bangkit dari duduknya, meninggalkan Andra yang tertawa puas disofa.

"Dasar... padahal dia tinggal jawab -Iya Ndra. Tapi Gadis itu masih menyukai orang lain- masalahnya akan selesai". Andra menatap punggung Yagis yang menghilang dibalik pintu. Selama ini Ia sudah tahu jika Yagis menaruh hati pada Hera.

To Be Continued...

The OddloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang