*Lima tahun kemudianMusim hujan datang lebih awal ditahun ini, dan sudah seperti rutinitas, hujan rintik akan turun sejak pagi buta dan akan berhenti disiang hari.
Mobil berwarna hitam itu melaju dengan kecepatan rendah, melintasi jalanan kota yang licin, suasana jalan yang lengang memungkinkan supir untuk menambah laju mobilnya tetapi sang pengemudi tidak melakukan itu.
"Tuan muda, apa kita harus kembali kerumah untuk mengambil tas anda yang tertinggal?" Jiro yang duduk disamping supir, menatap kearah kaca spion tengah, berharap cucu dari Tuannya itu membalas tawarannya.
"Tidak, tidak usah paman. Aku akan ketinggalan pesawat jika kembali. Kita lanjutkan saja perjalanannya, isi tas itu tidak terlalu penting"
Aqsa, dia hanya menatap sekilas kearah spion tengah sebelum kembali pada fokusnya, menikmati pemandangan jalanan yang basah.
Mobil perlahan masuk kearea bandara, Jiro dan Supir segera meninggalkan bandara atas permintaan Aqsa, tepat setelah berpamitan dan menurunkan koper dan barang bawaannya yang lain.
"Aqsa...!" Teriakan familiar dari seseorang memaksa Aqsa untuk mengalihkan pandangannya.
"Ayo! Coach dan anak-anak yang lain sudah menunggu disana"
Aqsa tersenyum sekilas, Ia kemudian mengekor pada pria dihadapannya itu, keduanya berjalan kearah ruang tunggu dilantai dua.
Terlihat beberapa anak yang akan mengikuti kejuaran taekwondo tingkat internasional sudah berkumpul ditempat itu, tidak terkecuali Aqsa.
Ia masih fokus pada headphonenya ketika sebuah panggilan dari nomor asing tiba-tiba saja menghubunginya.
Aqsa memberi kode pada coach agar mengizinkannya menjauh dari rombongan untuk mengangkat telpon sebentar.
"Halo, ini dengan siapa?," tak ada balasan dari seberang sana.
"Halo?? Siapa disana??," Ia menatap curiga, bersamaan dengan itu, suara balasan terdengar dari ponselnya. Ia berjalan menjauh dan turun dari ruang tunggu.
"Apa seperti ini cara saudara berpamitan?" Aqsa mengernyitkan dahinya, suara itu terdengar datang dari dua arah, Ia menoleh kebelakang, mendapati seseorang dengan penampilan yang cukup berantakan, tidak seperti biasanya
Tengah menatapnya dengan tatapan penuh kekesalan."Yagis? Apa yang kamu....."
Sebuah pelukan tak biasa dengan segera membuat Aqsa tak bisa melanjutkan perkataannya.
"Adikku sayang, lain kali jika pergi berpamitanlah pada abangmu ini dengan sopan. Bukannya malah pergi tiba-tiba seperti itu" ucap Yagis sedikit kesal. Ada sedikit perasaan lega dihatinya, bisa mengantarkan kepergian saudara kembarnya itu dengan baik.
"Sudaahh. Lepaskan! Kita bukan anak kecil lagi! Apa kamu gak malu jika tertangkap basah oleh anak-anak yang lain, muncul dibandara dengan pakaian rumahan seperti ini?"
Aqsa berusaha memastikan keadaan saudaranya itu, Yagis yang terkenal perfeksionis terhadap penampilan malah muncul dibandara dengan pakaian santai yang tidak mencerminkan citra dirinya sebagai ketua OSIS disekolah."Aah sudahlah, lagi pula mereka kan tidak ada disini, jadi tak ada satupun yang akan mengenaliku sekarang" balas Yagis enteng.
Tak lupa ia menyodorkan sebuah tas kain hitam kepada Aqsa.
"Jangan lupakan ini juga" Aqsa yang terkejut tentu saja berusaha menyembunyikan ekspresinya itu kali ini.
"Kau selalu saja ceroboh. Jangan sampai ada yang tertinggal lagi!" Ucap Yagis memperingatkan.
"Baiklah, aku pulang dulu! Jaga diri, hubungi aku atau kakek setibanya kau di Manchester dan jangan lupa bawa pulang medali untuk kami!" Yagis tersenyum lebar sebelum berlalu, meninggalkan Aqsa yang masih berdiri pada posisinya.
~¤♡¤~
Pemuda itu berjalan dengan sikap acuh tak acuh khasnya, melintas dengan tenang diantara kerumunan orang dibandara yang sibuk, namun pandangannya kemudian teralihkan pada seorang gadis muda yang tengah berdebat dengan petugas bandara. Entah kenapa Matanya selalu ingin menatap kearah mereka.
Aqsa berusaha bersikap cuek, kembali fokus pada ponsel miliknya, namun, Gadis muda yang Ia lihat berdebat dengan petugas itu tiba-tiba saja melintas dihadapannya.
Aqsa melirik sekilas pada profil gadis muda itu. Namun matanya terbelalak saat melihat wajah gadis itu sekilas. Suaranya terdengar sekelebat, mengingatkannya pada suara seseorang yang sama, lima tahun yang lalu.
Tatapannya terpaku pada punggungnya, perasaan ragu dan tidak percaya memukulnya sekaligus.
Gadis itu mengingatkanku pada seseorang.
Alina? Alina amaradiva?Seorang perempuan jangkung dengan, dress putih tulang hingga menutupi mata kakinya, dibungkus dengan mantel coklat tebal dan hijab pasmina hitam, berjalan melintasinya tanpa ekspresi sedikitpun. Wajah nya persis sama, fitur yang mengingatkannya akan Almarhumah Ibunya. Gadis itu fokus berbicara dengan seseorang diponselnya.
Itu dia? Tapi, tidak mungkin!
Namun sebelum Ia sadar kembali, ingatan tentang seseorang di masa kecilnya itu kembali berputar bak kaset rusak dikepalanya. Gadis buta penghuni kamar Mawar persis disebelah kamar rawatnya, yang menghilang secara misterius lima tahun yang lalu, kini kembali muncul dihadapannya. Gadis yang dahulu tidak bisa melihat, kini muncul dengan kondisi yang jauh berbeda dengan apa yang terpatri diingatannya lima tahun lalu.
Aqsa yang terlambat menyadari itu, hendak kembali kearah pintu keluar, namun seseorang dibelakang tiba-tiba saja menahan lengannya.
"Aqsa, apa yang kamu lakukan disini? Ayo pergi. Kita akan berangkat sebentar lagi"
Aqsa yang terkejut segera sadar dengan tujuannya berada ditempat ini. Ia disatu sisi Ia yakin namun disisi lain Ia merasa ragu disaat yang bersamaan. Aqsa kemudian berjalan dengan langkah gontai, meninggalkan area lobi bandara dengan pertanyaan- pertanyaan yang bergumul dibenaknya.
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Oddlove
Teen FictionKehidupan Aqsa yang sempurna berubah menjadi kedukaan yang mendalam setelah kematian Ibunya akibat kanker dan Ayahnya yang menghilang bersama wanita selingkuhannya ke Inggris. Ketidaksempurnaan itu membawa Aqsa bertemu seorang Gadis kecil di sebuah...