2

13 2 0
                                    

JALAN SIMPANG (2)

Rahman kembali menyukut rokok, lalu meminum kopinya. Fatur melihat isi gelas Rahman yang sudah nyaris habis.

"Kopi lagi, Man?"

Rahman menoleh. "Gak usah, Mas. Kasihan Mbak Naya. Biar dia istirahat."

"Oh iya, Mas. Bagaimana dengan penugasan barunya?"

Fatur tertawa kecil. "Ya sama saja, An. Aku dikelilingi tuyul-tuyul berseragam. Kulakukan tugasku semaksimal mungkin saja, Man. Setidaknya, itulah yang bisa kulakukan."

"Padahal saat itu kita sudah mengkudeta banyak orang, kan, Mas. Tapi, kenapa keadaan masih saja belum berubah," keluh Rahman.

"Sebab sebagian besar yang menggantikannya adalah tuyul juga, Man. Hanya saja, saat itu mereka belum mendapat kesempatan.

"Kautahu sendiri berapa gaji kita, kan, Man? Jika hanya mengandalkan itu, bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah alhamdulillah. Kalau mau lebih ya harus punya penghasilan lain.

"Jadi, kalau ada teman kita yang bergaya hidup mewah tanpa memiliki warisan, pekerjaan sampingan yang jelas, atau istrinya bekerja, kau pasti bisa menduga dari mana  asal uangnya, kan?"

"Aku paham, Mas. Kadang mereka juga mencoba menarikku ke kelompoknya, tapi kutolak dengan halus," jawab Rahman.

"Ya begitulah, Man. Dan kemudian kita akan dikucilkan, karena dianggap sebagai duri dalam daging."

"Persetan dengan mereka, Mas. Lebih baik dikucilkan manusia, daripada diasingkan oleh Tuhan."

"Sip, Man. Semoga saja kita dan teman-teman sehaluan bisa tetap kuat memegang amanah yang ada di seragam kita sampai akhir."

"Aamiin. Semoga, Mas, semoga."

Dikarenakan hari sudah semakin larut, Rahman lalu pamit pulang. Setelah Rahman pergi, Fatur pun bergegas berjalan ke pintu. Namun saat akan membuka pintu, ia merasa ada seseorang yang sedang mengawasi. Fatur segera membalikkan badan dan mengamati keadaaan di sekitarnya.

"Apa hanya perasaanku saja," gumam Fatur setelah tak menemukan hal mencurigakan.

Fatur lalu segera membuka pintu, lalu memasuki rumah. Sementara itu, dari balik rimbun semak yang gelap, beberapa orang bersembunyi sambil mengawasi semua gerak-gerik Fatur.

Mereka adalah Fahri, Budi, Jon, Kipli, serta Jatmiko. Kelimanya merupakan orang-orang suruhan Giran yang masih dendam kepada Fatur karena kasus Ani. Setelah Giran mendengar tentang pertemuan Rama dengan Bu Yan serta Fatur, ia mengira Fatur masih menyelidiki kasus Ani. Giran lalu menyuruh kelompok Fahri untuk menghabisi Fatur.

Kelima orang itu segera mendekati rumah Fatur. Mereka berencana membakar rumah tersebut. Setelah memastikan keadaan aman, Kipli dan yang lain mengambil botol-botol bensin dari masing-masing tasnya.

"Tamu yang baik itu mengetuk pintu atau memberi salam, bukan malah mengendap-endap seperti tikus."

Kipli, Fahri, Budi, Jon, dan Jatmiko sontak menoleh. Di sana, mereka menatap Fatur berdiri tegak sambil memegang pistol. Wajah kelimanya langsung pucat. Mereka samakin ketakutan ketika melihat motor Rahman dengan cepat mendekat. Karena tak ingin tertangkap, Kipli dan kawan-kawannya segera berlari meninggalkan tempat itu.

"Mengapa tidak kautembak saja mereka, Mas!" seru Rahman begitu motornya memasuki halaman.

"Mereka cuma pion, Man. Sayang pelurunya," balas Fatur.

"Kalau tertangkap, kan bisa diinterogasi, Mas," protes Rahman setelah duduk.

"Paling ada hubungannya dengan pertemuanku dengan Rama tadi, Man."

JALAN SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang