15

10 1 0
                                    

JALAN SIMPANG (15)

Ketika Cetrus dan Bareus tiba, Eren melesat kembali ke tubuh Madruk. Sementara Abinar meloncat di samping Sisca. Selarik sinar biru menjadi memancar dari vajra di tangannya.

"Berhati-hatilah dengan senjata laki-laki buntung itu sewaktu-waktu bisa menjadi cambuk petir," ujar Eren.

"Cuma manusia saja, apa hebatnya," sahut Cetrus, lalu menerjang maju.

Sambil berlari, jin manusia berkepala kambing gunung bertanduk empat itu melepas sepasang tanduk, yang langsung berubah menjadi pedang api.

Sebuah lidah petir melesat menuju Cetrus. Jian itu sontak berhenti dan segera menyilangkan dua pedangnya di dada. Akibat benturan energi, tubuh Cetrus terdorong mundur, begitu juga Abinar.

"Dasar tolol, ya tolol. Sudah diingatkan, masih saja keras kepala," olok Eren.

"Jangan banyak bicara kau, Ular lidi. Hei! Kalian kenapa diam saja! Ini bukan tontonan Kerbau bangsat!" seru Cetrus marah.

Madruk tertawa, kemudian menyerang Abinar. Bareus menyusul. Sisca dan Abinar beradu punggung, saling menjaga satu sama lain. Pertempuran berlangsung cepat, keras, serta brutal. Benturan demi benturan energi terrjadi nyaris tanpa henti.

Di tengah pertempuran, Panembahan Warak datang bersama para pengawalnya.  Madruk gelisah, ia sanggup melawan Panembahan Warak, tapi tidak dengan seluruh pasukannnya. Hal sama dirasakan juga oleh Cetrus dan Bareus.

"Jangan ikut campur, Panembahan! Kita punya perjanjian!" seru Madruk.

"Keluarga Naya di bawah perlindunganku, Jin Babel! Seharusnya tuanmu tahu itu!" balas Panembahan Warak.

"Nah, sekarang kami bisa bertempur dengan lebih tenang. Sebab Panembahan Warak sudah menjaga rumah itu," ucap Sisca.

"Dasar budak sombong! Akan kucabik-cabik tubuh dan kuminum habis tubuh kalian!" ancam Bareus murka karena merasa direndahkan.

Bareus membuka mulut dan menyemburkan api. Sisca segera membentuk lingkaran perisai untuk menahan serangan. Sekaligus melawan balik dengan mengarahkan sepasang cakram energinya ke punggung dan kepala Bareus.

"Sial!" umpat Bareus sambil berbalik.

Jin domba itu berhasil menghantam cakram yang menuju punggung, tapi tidak lainnya. Bareus hanya bisa memiringkan kepala untuk menghindar. Karena jarak sudah terlalu dekat, sebagian tanduk Bareus terhantam cakram hingga patah.

Di belakang Sisca, Abinar beradu serangan dengan Madruk dan Cetrus. Senjata vajranya berhantian berubah dar pedang ke cambuk untuk menangkis obor serta gada lawan-lawannya.

Di sela pertarungan, Madruk menyuruh Eren pergi menjalankan misi mencuri rambut Fatur. Belajar dari sebelumnya, Eren mengecilkan tubuh hingga sebesar lidi, lalu melata cepat ke rumah Fatur. Eren juga sebisa mungkin menyamarkan energi agar tak terdeteksi pasukan Panembahan Warak.

Madruk diam-diam mengagumi gaya bertarung Sisca bersama Abinar. Gerak keduanya sangat serasi. Saling mengisi seolah benak dan hati mereka telah menjadi satu.

"Aku dan si goblok Eren saja tak bisa seharmonis itu. Padahal sudah lebih dari seribu tahun satu tubuh," gumam Madruk.

Namun, bagi Madruk sorot mata Sisca dan Abinar lah yang paling menggentarkan. Sepanjang hidup, hanya beberapakali ia bertemu dengan pemilik tatapan seperti mereka.

"Hanya mereka yang telah berdamai dengan semua kehilangan dan karma lah yang bisa melihat dunia tak lebih dari sebuah rumah singgah."

Madruk teringat ucapan seorang petapa tua di saat ia belum menjadi peliharaan Gus Amar. Saat itu, Madruk diperintahkan untuk membunuh seluruh penduduk desa, karena mereka menolak rencana penggusuran tanah seorang panglima penguasa wilayah bernama Uzhub.

JALAN SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang