20

8 0 0
                                    

JALAN SIMPANG (20)

Ki Larganep, pemimpin jin penjaga rumah , menghampiri Madruk. Ki Larganep tahu kemampuan Madruk cukup tinggi. Karena itulah ia memilih berhati-hati dalam menyikapi kematian Gus Amar.

"Kenapa kaumenyerangnya, Druk?"

Madruk menatap jin jelmaan gagak bersayap putih yang dulu menjaga sumur mati di sebuah punden keramat.

"Perintahku adalah melindungi Saskia. Sama seperti perintah Amar kepadamu, kan, Ki."

Ki Larganep tertawa. "Jangan melawak, Druk. Kita ini sama-sama penipu dan semua penipu pasti cerdas. Lihat saja orang-orang yang datang ke rumah Amar agar bisa menjadi pejabat.

"Mereka rata-rata pandai serta berpendidikan tinggi. Tapi, pada akhirnya semua orang itu tak lebih dari pengingkar janji dan penipu rakyat mandala ini."

"Amar memanggil Mharux, Ki. Padahal dia dulu berjanji tak akan menggunakan jasanya lagi," balas Madruk.

"Kau benar-benar mencari mati, Druk. Mharux pasti akan memburumu"

Madruk tersenyum, tapi matanya memancarkan aura sedih. "Seharusnya aku memang sudah mati hari itu, Ki."

"Aku paham, Druk. Kalau begitu aku pergi dulu. Amar sudah tewaa, maka semua perjanjian di antara kami juga ikut mati. Hanya saja, aku kasihan melihat perempuan itu," ucap Ki Larganep sambil menoleh ke Saskia.

"Kau jangan pergi dulu, Ki. Rasanya aku tahu ke mana harus menitipkan Saskia. Tinggal lah di sini sampai aku kembali," ujar Madruk sebelum melesat pergi.

Di mandala Mharux, di antara sambaran lidah serta hujan bola api, Abinar dan Sisca masih berjuang menemukan sosok iblis tersebut.

"Tolong lindungi aku, Nar," ucap Sisca, lalu duduk bersila. Tangan kirinya memegang lutut, sedang telapak tangan kanan menempel ke tanah.

Abinar berdiri di belakang Sisca. Bersiap menghadapi semua ancaman lawan. Dengan cekatan, ia menghalangi setiap serangan yang datang cambuk vajranya.

Sambil menahan gempuran energi lawan, Sisca mengalirkan energinya ke segala penjuru. Ia yakin pasti bisa menemukan sumber kekuatan atau kelemahan lawan.

"Selain Dia, semua memiliki awal dan akhir. Dua hal itu pasti ada juga di mandala ini,' batin Sisca.

Seluruh tubuh Sisca basah kuyup oleh keringat. Tanpa ragu, ia mengerahkan energi yang telah dilatihnya selama belasan tahun di pengasingan untuk melacak keberadaan Mharuk.

"Ternyata kau ada di sana," gumam Sisca sambil membuka mata.

Lewat telepati, Sisca memberitahukan lokasi persembunyian Mharuk. Setelah itu, keduanya bersama-sama melancarkan serangan. Ditemani wujud Karel dan Shiren, lidah petir Abinar melesat menuju sebuah kolam api.

Terdengar ledakan dahsyat. Di sela guncangan, api berhamburan ke segala arah. Abinar berloncatan ke segala arah untuk melindungi Sisca yang telah kehabisan energi.

Mandala api Mharuk akhirnya hancur. Jin itu pun menampakkan diri di hadapan Sisca dan Abinar. Wajah Mharux terlihat sangat marah.

"Hebat juga. Baru kali ini ada yang bisa ke luar hidup-hidup dari dunia apiku. Tapi, sebentar lagi api sejatiku akan menghanguskan kalian," ucap Mharux mengancam.

Dengan gelisah, Abinar menatap perempuan cantik yang seluruh tubuhnya diselimuti api itu. Ia tidak takut menghadapi Mharuk. Akan tetapi, kondisi Sisca lah yang dikhawatirkan Abinar.

"Aku tak apa-apa, Nar. Puspa Manunggal pasti akan memberi bantuan," ucap Sisca sambil mengerahkan ilmu ajaran Mi'an.

Selama hampir limabelas tahun, Sisca telah melatih Puspa Manunggal di pengasingan. Meski belum sempurna, Sisca telah mampu meminta semesta untuk berbagi energi.

JALAN SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang