JALAN SIMPANG (7)
Pagi itu Naya kedatangan Brama, Arum, dan Condromowo. Sambil tersenyum lebar, Naya mempersilakan mereka masuk.
"Tambah ganteng dan cantik kalian sekarang," puji Naya.
"Kak Naya bisa saja. Tentu lebih cantik gadis-gadis kota," balas Arum malu.
"Kata siapa? Aku tidak bohong. Cantikmu alami, Rum. Sedangkan gadis kota kebanyakan tidak."
Naya lalu masuk ke dalam untuk membuat minuman. Tak lama kemudian, ia ke luar dengan membawa nampan berisi kopi, teh, dan makanan kecil.
"Kalian bukan sekadar mampir, kan?" tanya Naya setelah meletakkan nampan di meja.
"Ayah yang meminta kami ke sini, Kak. Ini tentang Paman Kandar," jawab Brama.
Naya menarik napas panjang. "Kakak juga kehilangan kabar, Bram. Ayah lenyap begitu saja seperti ditelan bumi."
"Bagaimana dengan Pak Samin, Ya. Kausudah mencoba bertanya kepadanya?" tanya Condromowo.
Raut wajah berubah sedih. "Pak Samin sudah meninggal, Kek."
"Innalillahi wainnailahi rajiun. Kapan, Ya?"
"Sudah dua tahun yang lalu, Kek."
"Dia orang baik. Semoga Tuhan mengampuni dosa dan menerima amalnya."
"Aamiin, semoga disemogakan," ucap Naya.
"Bagaimana dengan Panembahan Warak dan yang lain? Apa kaupernah berhubungan dengan mereka lagi?"
"Jarang, Kek. Cuma prajurit Panembahan Warak saja yang masih sering kulihat di sekitar tempat ini," jawab Naya.
Untuk mencari tambahan informasi, Condromowo memutuskan tinggal lebih lama di Jakarta. Hal itu membuat Naya senang. Ia segera menyiapkan kamar untuk Brama, Arum, dan Condromowo.
Tak jauh beda dengan Naya, Fatur juga sangat senang melihat kehadiran kehadiran Brama, Arum, serta Condromowo. Untuk merayakannya, sehabis Isya, Fatur mengajak mereka menikmati suasana malam ibukota.
Setelah puas berkeliling, Fatur membawa mobilnya ke tepi pantai. Di sana ia menjamu tamu-tamunya dengan berbagai macam hidangan makanan laut.
"Ayo pesan sepuasnya Bram, Rum, Kek. Mumpung kalian di sini. Ayo jangan malu-malu," ucap Fatur.
Karena terlalu banyak makanan yang ditawarkan, Brama dan Arum kebingungan memilih. Mereka akhirnya meminta Naya untuk memesan.
"Kau sedang punya masalah, Tur?" tanya Condromowo sambil melihat Brama, Arum, dan Naya.
"Selalu, Kek. Tapi, itu sudah resiko dari jalan yang kupilih," jawab Fatur.
"Maksudku, sekarang. Sebab dari tadi kurasakan ada yang mengikuti kita," balas Condromowo.
Fatur tersentak. "Siapa, Kek?"
"Kaulihat dua orang berbaju hitam dan biru yang sedang menimati minuman di depan kita itu, mereka terus mengawasi pergerakan kita."
Dengan sembunyi-sembunyi, Fatur mencari tahu sosok yang dimaksud Condromowo. Saat berhasil melihat mereka, Fatur bisa menduga jika keduanya adalah anakbuah Brigjen Dodo.
Fatur memilih berpura-pura tidak mengetahui kehadiran mereka. Ia lalu menceritakan kasus Rama kepada Condromowo.
"Jadi, besar kemungkinan Brigjen Dodi sudah mengetahui aksimu, Tur."
"Menurutku begitu, Kek," jawab Fatur.
"Tampaknya kami akan tinggal lebih lama di rumahmu, Tur."
Fatur tersenyum. "Tinggal selamanya juga tidak apa-apa, Kek. Rumahku adalah rumah kalian juga."