JALAN SIMPANG (18)
Aksi Shisi menjadi sedikit hiburan bagi El. Laki-laki itu masih kecewa atas kegagalannya mempersunting Sarah. Karena posisi bintang dan planet sudah berubah, maka El harus menunggu tiga bulan lagi untuk melakukan upacara perkawinan. Kali ini, ia benar-benar yakin bisa mendapatkan keturunan.
Di ruang tamu, Yoan termenung memikirkan cara menolong Sarah. Sesekali ia menatap Condromowo yang juga sedang menatapnya.
"Aku belum menemukan jalan, Ki," ujar Yoan yang setelah diajari Condromowo, sekarang mampu menggunakan telepati. Selain Yoan, Yusika juga bisa melakukannya.
"Jangan putus asa, Yo. Selama napas ada, kita harus tetap berusaha," balas Condromowo.
Yoan tersenyum tipis. Sebenarnya ia ingin melibatkan Juno serta Jano. Akan tetapi, Yoan takut kedua jin itu masih setia kepada El dan malah mengadukan rencana mereka untuk menolong Sarah.
Yoan memandang deretan kitab sihir di rak penyimpanan. Mulai dari Lima Kunci Sulaiman, Abremalin, Naga Merah, Honorius, dan berbagai kitab lain telah ia baca, tapi tak satu pun yang bisa memberi informasi untuk menghancurkan segel penghalang serta pengekang El.
"Sarah mencarimu, Yo. Katanya dia ingin makan bubur ayam buatanmu," ujar Yusika begitu memasuki ruangan.
"Akan kubuatkan sekarang, Yu," sahut Yoan, lalu segera pergi ke dapur.
Yusika duduk di samping Condromowo dan mengelus-elus kepalanya. "Jika aku memiliki kesempatan pergi, siapa yang harus kutemui, Ki?"
Codromowo tersentak. Kupingnya langsuk berdiri tegak. "Kauyakin bisa ke luar, Yus?"
"Mungkin, Ki. Sekali lagi, mungkin," jawab Yusika.
"Kaubisa menemui Panembahan Gajah, Panembahan Warak, Mi'an, Ayu Sekar, dan jin atau manusia yang mengenal mereka, Yus."
"Akan kuingat nama-nama itu, Ki. Semoga saja segera ada kesempatan untuk menemui mereka," ujar Yusika.
"Mengapa Yoan tidak berkata-kata soal ini kepadaku, Yus?"
"El punya mata dan telinga tak terhitung. Semakin sedikit yang tahu akan lebih aman bagi kita semua, Ki."
Setelah bubur matang, Yoan membawanya ke kamar Sarah. Usai menyandarkan tubuh Sarah, ia menyuapi gadis itu.
"Terimakasih, Kak. Atas semuanya," ucap Sarah lewat telepati.
"Aku cuma membalas utang budi, Sar. Tak perlu berterimakasih," balas Yoan.
Yoan kembali teringat pertemuan pertamanya dengan Ayu dan Sarah. Saat itu ia sedang diamuk keinginan meminum darah bayi. Yoan yang sudah tak mampu mengendalikan diri lagi berkeliling untuk mencari mangsa.
Perburuan Yoan terhenti di sebuah rumah. Dari dalam rumah, ia bisa mencium bau harum darah yang didambakannya. Tanpa membuang waktu, Yoan menerobos masuk. Tak lama kemudian, Yoan sudah berdiri di samping sesosok bayi perempuan yang sedang tertidur pulas.
Didorong siksa dahaga, Yoan menggigit leher bayi. Darah yang mengalir masuk terasa sangat manis dan menyegarkan.
"Iblis laknat! Kauapakan putriku!"
Berbarengan dengan suara teriakan, sebuah tendangan menghajar pinggang Yoan, hingga ia terpental ke luar jendela. Belum sempat bangkit, sesosok bayangan telah jongkok di samping Yoan sambil menempelkan sebatang tongkat ke lehernya.
"Cindaku rupanya. Kausalah memilih mangsa, keparat."
Energi yang mengalir dari ujung tongkat membuat Yoan tidak bisa bergerak. Seluruh tubuhnya seperti dipanggang hidup-hidup. Yoan tahu sebentar lagi ajalnya akan tiba.