4

13 2 0
                                    

JALAN SIMPANG (4)

"Kaupasti disuruh pengemis di pasar itu, kan? Kautahu sudah berapa banyak orang yang ditumbalkannya?" tanya Nyai Sasi.

Brama hanya diam. Ia justru berjalan meninggalkan Nyai Sasi begitu saja. Brama tak ingin bergerak sebelum benar-benar memahami masalah dan siapa lawannya.

"Dasar pengecut! Mau ke mana kau?!" seru Nyai Sasi marah karena merasa direndahkan.

Namun saat akan mengejar, Nyai Sasi mendengar suara yang memintanya berhenti.

"Baik, Ndoro. Ampun, Ndoro," ujar Nyai Sasi, lalu segera kembali ke sarangnya.

Malam harinya, Brama kembali ke pasar mencari Mbah Marjo. Kehadirannya menarik perhatian beberapa preman yang sedang berpesta miras.

"Ada mangsa, To. Lumayan buat tambahan beberapa botol," ujar Juri, si pemimpin preman.

Gento bergegas bangkit, lalu mendekati Brama.

"Mau ke mana, Mas?!" tanya Gento sambil memegang gagang pisau yang terselip di pinggangnya.

"Aku tidak punya banyak uang, Mas. Tolong jangan mengganggu," jawab Brama.

"Aku tak peduli! Sedikit atau banyak, pokoknya serahkan uangmu! Atau nyawamu melayang!" ancam Gento.

Brama tak menanggapi ancaman itu. Ia memilih melangkah ke samping untuk menghindari hadangan Gento.

"Bangsat! Cari mati kau!" seru Gento sambil mengayunkan pisau ke Brama.

Akan tetapi, sebelum pisau Gento mengenai tubuh lawan, tendangan Brama telah lebih dulu menghajar perutnya. Preman itupun terpental dan jatuh telentang di tanah.

Enam teman Gento sontak berlari untuk menolongnya. Ketika melihat Gento pingsan, mereka segera mengeroyok Brama.Pertarungan tak berlangsung lama, setengah jam kemudian Brama berhasil mengalahkan mereka semua.

"Hebat juga kau, Bangsat! Tapi jangan senang dulu, sebentar lagi akan kulumat habis tubuhmu itu!" seru Juri sambil berjalan mendekat.

Dari tempatnya berdiri, Brama bisa merasakan aura energi Juri berbeda dengan kawan-kawannya. Brama lalu mencari sumber kekuatan kepala preman itu.

"Rupanya pengguna susuk dan jimat," gumam Brama setelah berhasil menemukannya.

Sumber kekuatan Juri memang berasal dari gelang bahu dan susuk wesi kuning yang ditanam di punggung. Dengan bekal dua benda itulah Juri bisa menjadi pemimpin preman di pasar tersebut.

Juri yang selama ini tak pernah bertemu lawan tangguh, meremehkan Brama. Ia yakin kekuatan di gelang bahunya pasti bisa meremukkan tulang belulang Brama. Juri juga tidak takut terkena serangan, karena susuk wesi kuning membuatnya kebal dari pukulan dan senjata logam.

Begitu sampai di dekat Brama, Juri melompat sambil menendang. Brama melompat ke samping, lalu menangkap kaki Juri dan menghempaskannya ke tanah.

"Setan! Kubunuh kau, Bangsat!" teriak Juri marah sambil menghunus sebilah badik.

Senyuman Brama langsung menghilang saat melihat aura senjata Juri.

"Sudah berapa orang yang kaubunuh dengan senjata itu?"

Juri tertawa. "Kautakut, he? Aku sudah lupa berapa korban pusakaku. Satu-satunya yang kuingat adalah pemilik tulang yang menjadi gagang badik ini."

Setelah itu, Juri meloncat menyerang. Badik di tangannya bergerak cepat, mencoba menikam setiap jengkal tubuh Brama. Bagi Juri, yang terpenting adalah menggoreskan badik, sehingga racunnya bisa memasuki aliran darah Brama.

JALAN SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang