8

10 0 0
                                    

JALAN SIMPANG (8)

Sejak huru-hara Damarpati, Ayu Sekar memilih mengurangi aktifitas petualangannya. Ia kini lebih banyak menghabiskan waktu bersama Sarah. Sebagai seorang ibu, Ayu tak ingin Sarah mengalami lagi pengalaman mengerikan seperti kejadian di Gunung Kelud.

Azan Maghrib baru saja dikumandangkan saat Ayu mendengar suara motor berhenti di depan rumah. Tanpa melihat, ia sudah tahu jika Sarah telah pulang. Ayu pun bergegas ke depan untuk membukakan pintu.

Akan tetapi, senyum di bibir perempuan itu langsung menghilang ketika merasakan kehadiran energi asing. Dengan gelisah, Ayu mencari sumber energi tersebut.

"Servitor? Siapa juga yang sedang mencari masalah sekarang," gumam Ayu saat melihat bola kertas El berputar-putar di angkasa.

Setelah Sarah masuk, Ayu langsung menanyakan apa saja yang telah dilakukannya putrinya hari ini.

"Ada apa, sih, Ma? Kelihatannya kok ingin tahu sekali? Aku kuliah seperti biasa, Ma. Cuma tadi memang ada sedikit masalah di jalan."

"Masalah? Masalah apa, Sar?"

Sarah lalu menceritakan perkelahiannya dengan Giran. Mendengar hal itu, Ayu mengira si pengirim servitor berhubungan dengan Giran.

"Tapi, siapa pemiliknya. Ilmu ini jarang sekali penggunanya di sini," batin Ayu bertanya-tanya.

Servitor sejatinya adalah pembantu. Ia bukan lah makhluk hidup, tapi cuma sebuah benda yang diisi energi. Servitor akan bergerak sesuai keinginan si pemberi energi. Sihir seperti ini jarang digunakan di mandala pengguna jin. Hal itulah yang membuat Ayu merasa heran dengan kemunculan servitor di rumahnya.

Di saat Ayu kebingungan, El sedang duduk santai sambil menikmati cerutu dan wine di rumahnya.

"Ibu gadis itu ternyata berilmu, Yo. Pantas saja putrinya berisi juga. Aku jadi semakin tertarik dengan gadis itu."

Raut wajah Yoan langsung berubah. Perempuan cantik itu meletakkan gelas berisi darah ke meja.

"Tapi dia manusia, El. Bukan jin atau siluman."

"Terus kenapa, Yo? Tidak boleh? Kautahu aku boleh melakukan apa saja yang kumau, kan?"

"Iya, El. Tentu saja boleh," jawab Yoan sambil menundukkan kepala.

"Fire," ucap El sambil menjentikkan jari.

Sedetik kemudian, korek di meja melayang menuju El. Laki-laki itu lalu bangkit dari sofa dan pergi ke sebuah kamar. Di dalam kamar, El meraih dan menyalakan korek yang sedari tadi mengikutinya. Setelah menyala, korek tersebut terbang dan menyulut satu per satu lilin dan dupa di sana.

Saat tigabelas lilin besar menyala, kamar yang tadinya gelap berubah menjadi terang. Perlahan El membuka jubah hitamnya. Di balik jubah, ia tidak mengenakan sehelai benang pun. Selain leher, kepala, tangan, dan kaki, seluruh tubuh El dipenuhi oleh tato bergambar berbagai macam simbol, mantra, sigil, yantra, alkimia, serta tulisan yang berhubungan dengan hal mistis dari seluruh belahan bumi.

Setelah mematikan cerutu pada asbak yang terbuat dari tengkorak manusia, El berjalan menuju gambar heksagram besar di lantai. Tepat di tengah merkava itu terdapat simbol ouroboros. El lalu duduk bersila di sana sambil memejamkan mata. Tak lama kemudian, ratusan aliran energi dari benda-benda pengisi kamar mengalir masuk ke tubuh El.

Sepeninggal El, Yoan mengambil kitab Ghayat Al- Hakim dari rak buku. Yoan lalu membuka lembar demi lembar halaman kitab yang di negara barat dikenal sebagai Picatrix itu.

"Percuma saja, Yo. Setiap makhluk bisa membaca kitab itu, tapi belum tentu mampu menggunakannya. Jika salah langkah atau mantra, kau justru akan menjadi tumbalnya."

JALAN SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang