"Aku merasa tak tenang,"
"Ruangan ini, terasa tak asing bagi ku,"
"Kenapa ini, dia membuat ku gundah."
Taufan hanya terdiam, menatap ruang yang penuh akan kain putih yang menyelimuti barang barang disini. Tempat nya pun sangat bersih tak ada debu yang menempel, mungkin kah sering di bersihkan.
Taufan kini menatap punggung tegap seorang pemuda dengan netra gold yang menerawang jauh. Aura kelembutan serta ketegasan yang memancar disekitar nya, Taufan merasa tak tenang ada sesuatu yang membuat nya terasa janggal. Ada sesuatu yang ingin keluar dari ingatan nya, sesuatu yang tak ia kenali.
"Aku selalu memasuki ruangan ini, ruangan yang menjadi saksi atas kebahagiaan ku dengan kedua saudara ku sebelum kenangan itu perlahan pudar ditelan waktu."
"Kau pasti merasakan nya juga kan?" Gempa memutar pandangan nya, yang sebelum nya memunggungi Taufan kini sepenuh ny berhadapan dengan pemuda bernetra egyptian itu.
"Di dalam hati mu, gundah, resah, sedih-"
Taufan mematung saat Gempa menjeda ucapan nya, Taufan semakin risau atmosfer di sekitar nya terasa semakin memberat. Dalam hati Taufan selalu membatin menanyakan keberadaan Blaze saat ini.
"Semua orang berkata seperti itu saat memasuki tempat ini, adik adik ku juga merasakan nya. Seakan akan ada sesuatu yang belum selesai disini,"
Gempa berjalan pelan menuju suatu meja disana dan mengambil sebingkai foto yang berada di balik kain. Dalam cahaya yang renum mimik Gempa terlihat membiaskan kesedihan.
Jari itu mengelus lembut pada kaca yang terlihat jelas foto yang telah usang.
"Seandainya dulu aku bisa menghentikan Bunda, pasti kejadian itu tak akan terjadi dan aku tidak akan kehilangan seorang ibu dan adik pertama ku,"
"Menurut ku kami adalah kakak yang tak becus, bahkan setelah kehilangan mereka kami malah melupakan nama nya, kami selalu merindukan nya berharap dia masih bisa berpijak pada dunia,"
"Andai aku mengingat nama nya mungkin aku bisa mencari nya walau harus mengelilingi dunia. Aku lalai menjadi seorang kakak bagi nya."
Taufan mendengarkan dengan seksama, renungan hati yang entah mengapa menyentuk perasaan nya. Taufan hanya terdiam ia tak tau harus melakukan apa, ia bingung dengan apa yang ia rasakan saat ini semua nya bercampur aduk hingga tak dikenali.
Gempa mengarahkan bingkai foto itu pada wajah Taufan, mimik nya menyendu seakan orang yang ia cari sudah berada di depan mata walau ia masih tak yakin dengan hal itu.
"Dari benyak nya mata biru yang ku temui, mata mu sangat mirip dengan mata adik ku. Sangat indah."
Gempa tersenyum lantas memberikan bingkai itu pada Taufan. Dangan tangan yang bergetar Taufan menerima bangkai nya dan menatap foto itu dengan ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
FanfictionPulang? Taufan tak mengerti arti dari kata pulang. Ia hanyalah seorang anak yang kini tengah mencari jati dirinya, yang ia ketahui ia hanya hidup sendirian tanpa orang tua dan saudara. Namun siapa sangka ternyata ia memiliki seorang keluarga, hanya...