Pulang? Taufan tak mengerti arti dari kata pulang. Ia hanyalah seorang anak yang kini tengah mencari jati dirinya, yang ia ketahui ia hanya hidup sendirian tanpa orang tua dan saudara.
Namun siapa sangka ternyata ia memiliki seorang keluarga, hanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Clank.
Gelap nan sunyi, itulah yang pria itu rasakan kala memasuki rumah yang sudah ia tinggalkan hampir seminggu lalu. Ia menatap sekitar, lantas menghela napas lega.
"Tak ada yang memaksa untuk menungguku, baguslah." Ujar nya lantas menuju kelantai kedua.
Ia membuka pintu kayu coklat di hadapannya lantas menutup pintu itu dengan rapat. Melepas setelan jas nya dan menggantungnya pada gantungan baju, lantas menidurkan tubuh nya pada kasur oversize disana.
"Akhirnya, kembali merasakan kasur." Gumam nya dengan senang karena tak tidur dimeja kerja nya lagi tiap malam.
Keesokan hari nya, Amato bangun lebih siang. Melangkah menuruni tangga menuju lantai bawah namun ia terheran karena rumah masih gelap nya seperti semalam.
Amato menatap kearah jam dinding yang sudah menunjukan waktu jam 6 pagi namun ia sama sekali tak mendapati tanda anak anak nya dirumah ini.
"Apa mereka belum bangun? Bukan kah hari ini masih sekolah." Ujar nya heran lantas kembali menaiki tangga menuju kamar keenam putranya.
Ia membuka satu persatu pintu yang berada di kamar para putra nya namun ia sama sekali tak mendapati sang anak di dalam sana.
Wajah tenang Amato kini terganti menjadi panik, ia menoleh kesana kemari berharap ada satu saja putra yang ia lihat, namun nihil tak ada seorangpun dirumah itu kecuali dirinya.
"Apa mereka sudah berangkat, namun kenapa sepagi ini."
Amato berjalan menuju meja makan, tak ada yang tersaji didalam sana, namun ada sebuah piring dengan penutup diatasnya.
Amato mengangkat penutup besi itu dan mendapati sebuah kertas dengan tulisan yang menghiasinya, disamping sepiring nasi goreng.
Itu adalah sebuah surat.
Amato mengambil surat itu lantas membaca tiap kata yang tertulis disana. Netra Amato membuat tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Tak lama sebuah senyuman tipis terlintas pada wajah tuanya. Ia menatap pada langit langit rumah nya dengan tatapan sendu.
"Memang seharusnya seperti ini, kurasa aku sudah cukup untuk terus menyembunyikannya." Ujar nya lantas menatap sepiring nasi goreng yang masih mengeluarkan uap hangat serta harum wangi nya.
"Lagi pula mereka sudah besar, kan."
Terduduk pada salah satu kursi dan memakan nasi goreng yang tersaji disana. ______________
Tujuh pemuda yang berjalan cepat pada kawasan bandara, mengejar waktu yang kian menyempit tiap detiknya.
Fang menatap kearah arloji nya kala mereka sudah berada di hadapan pesawat yang akan mereka naiki untuk melintas menuju benua yang lain.