Atmosfer yang berat pasti nya akan membuat merasa tak nyaman. Itulah yang kini dirasakan oleh Blaze saat melihat sang adik kembar dan teman dekatnya yang saling bertatapan dengan wajah seriusnya dan tak berkedip sama sekali.
Mereka saling menatap dalam diam, membiarkan keheningan menjadi pemenang dalam suasana dingin disekitar sini. Blaze meneguk saliva nya dengan kasar, ini tak nyaman, sungguh beneran tak nyaman.
Mereka berada didalam kamar Taufan, kamar yang begitu luas dan Taufan hanya tidur sendiri pada kamar itu.
Blaze terkejut saat Taufan menghela napas secara tiba tiba, apa karena suasana sekarang terlalu kaku sehingga Blaze menjadi sangat sensitif dengan suara?
Taufan berdiri dari duduk nya lantas berjalan pada sebuah lemari yang berada didekat rak buku. Taufan membuka lemari tersebut, menggeledahnya seperti tengah mencari sesuatu.
Ice dan Blaze hanya mengamati hingga Taufan kembali ke tempat mereka dan duduk dihadapan Blaze dan Ice tanpa terhalang oleh meja apapun.
"Kalian pasti mengenalnya."
Taufan menyerahkan selembaran foto tanpa bingkai yang terlihat usang. Ice mengambil nya dan melihat foto itu bersama Blaze. Kedua kembar itu menatap terkejut pada gambar yang terpampang disana.
"Itu foto masa kecil ku, bersama Ibunda." Ujar Taufan lantas menatap pada rangkaian bunga di pojok ruang kamarnya.
"Loh bukan kah ini, Bunda?!" Blaze terkejut, saat melihat seorang wanita yang tengah memeluk anak kecil bersurai brown dengan sedikit warna biru, wanita itu sangat mirip dengan mendiang ibu nya.
Itu adalah Mara dan Taufan kecil.
Ice tak terlalu terkejut, karena ia sudah mengetahui identitas Taufan saat ini, namun bagi Blaze itu adalah harta karun yang begitu besar sehingga membuat nya terkejut.
"Kenapa Taufan sama Bunda?"
Ice menghela napas pelan lalu menatap kearah sang kakak yang kini tengah seperti orang linglung.
"Aku yakin kau sudah memahaminya, Blaze. Taufan berkata bahwa dia adalah Ibundanya." Ujar Ice dengan nada malas, menatap datar pada Blaze yang menoleh kearahnya dengan wajah penuh keterkejutan.
"Maksudmu, Bunda selama ini punya kembaran, gitu?!!"
Plak!
Blaze memegangi kepala nya yang nyeri setelah dihantam pukulan sayang oleh sang adik.
"Taufan itu saudara kita yang hilang, bodoh!"
Ice sudah menunjukan raut kesal nya tak mempedulikan Blaze yang kini merintih karena geplakan nya.
Taufan hanya menggeleng pelan, lantas menundukkan sedikit kepala, ia tersenyum tipis sekaligus sendu diwaktu yang bersamaan.
"Ice, kurasa ini memang saat nya kalian semua mengetahui semua ini. Namun aku tak menyangka kau akan mengetahui nya sejauh itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
FanfictionPulang? Taufan tak mengerti arti dari kata pulang. Ia hanyalah seorang anak yang kini tengah mencari jati dirinya, yang ia ketahui ia hanya hidup sendirian tanpa orang tua dan saudara. Namun siapa sangka ternyata ia memiliki seorang keluarga, hanya...