23. Batasan Semu

144 18 3
                                    

TUBUH Sabian serasa berasap setelah dihujani air hangat dari pancuran kamar mandi sederhana setelah perjalanan panjang hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TUBUH Sabian serasa berasap setelah dihujani air hangat dari pancuran kamar mandi sederhana setelah perjalanan panjang hari ini. Motel dominan cat biru sederhana berparkiran luas menjadi pilihan member DCC untuk beristirahat selama dua malam. Sedikit meleset dari ekspektasi, Sabian pikir ia dan kawan-kawan akan menginap di hotel pusat kota, ternyata bangunan lawas yang mengepung pelataran super luas itu malah jadi tujuannya.

Akan tetapi melesetnya ekspektasi tak membuat pria itu kecewa. Ia malah terkagum dengan suasana teduh, sejuk dan damai yang menyambutnya. Tak ada kemewahan yang ia jumpai di sini. Pilar-pilar bangunan bercorak batu besar, cat biru pudar, teralis-teralis jendela tua, serta furnitur kamar berbahan besi antik yang memenuhi ruang justru terlihat mahal di mata Sabian. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya, bagaimana bisa bangunan setua ini masih terlihat kokoh dan indah? Mata Sabian terus merekam takjub alih-alih menyimpannya dalam ponsel.

Handuk kecil itu ia lempar ke sandaran kursi. Rambutnya masih setengah basah ketika jemarinya bergulir mengecek notifikasi ponsel. Dua tempat tidur single itu terpisah oleh nakas kecil, ada dua kunci mobil tergeletak dan berkilat oleh pantulan lampu tidur yang menggantung tepat di atasnya. Sabian menghela napas panjang sembari dengan teliti mengecek satu per satu pesan yang Daffa tinggalkan. Ia lega ketika tahu kalau bengkel baik-baik saja, jujur di saat seperti ini dirinya merasa perlu berterimakasih pada pemuda itu. Namun Sabian kemudian urung kala mengingat obrolan terakhirnya bersama Daffa siang tadi lewat telepon.

"Beneran marah sama gue nih anak..."

Sabian berbicara sendiri begitu sadar ruang obrolannya dengan Hera begitu sepi. Awalnya terasa tak enak hati, akan tetapi ketika Sabian melihat whatsapp story  wanita itu terunggah lancar seperti biasa, entah kenapa rasa jengkel mendadak menguasai kepalanya. Tidak ada yang aneh, Hera hanya menunjukan pemandangan langit dari jendela kaca besar di kantornya, ada pula set bento yang jadi makan siangnya. Terakhir tiga puluh menit yang lalu, Sabian tahu Hera sudah kedapatan berada di apartementnya begitu foto gelas yang terisi kopi itu terupload lengkap dengan emoji hati. 

Apa kabar dengan whatsapp story Sabian? Jelas selalu banyak yang jadi pemirsa. Namun sayang, tidak seperti biasanya karena kali ini Hera tidak jadi salah satunya. 

"Yang ini bukan Bang? Kalau salah biar gue jalan lagi ke depan."

Andreas, pria yang empat tahun lebih muda dari Sabian itu menyelonong memasuki kamar. Meletakan dua bungkus rokok, miliknya dan juga milik Sabian. Kemudian dengan sembarang ia melepas kemeja club dan menyisakan tubuh setengah telanjangnya sebelum duduk di pinggiran tempat tidur.

"Iya ini bener. Ice Burst. Thank you ya!" Sabian menyeka rambutnya yang mulai mengering. Demi mengusir rasa pegal, dua kakinya ia biarkan sejajar lurus, sementara tubuhnya sejak tadi sudah bersadar di bantal yang bertumpuk. 

"Mau ngerokok? Gue temenin deh di depan, sebelum mandi nih. Garut dingin, tapi lumayan keringetan juga pas gue jalan kaki," tawar Andreas.

"Mandi tinggal mandi! Emang lo beli rokok di mana sih? Perasaan di gerbang motel ada minimarket, jangan bilang lo udah kecantol cewek sini ya!" Sabian menyeloroh tak asal-asalan, karena ia tahu sepak terjang kisah cinta Andreas si playboy Jakarta Selatan.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang