16. Serangan Balasan

170 15 0
                                    

"Emang bakalan pergi berapa hari sampai kamu perlu belanja sebanyak ini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Emang bakalan pergi berapa hari sampai kamu perlu belanja sebanyak ini?"

"Kalau nggak ada halangan rombongan bakal sampai chek point terakhir setelah enam jam. Agendanya tiga hari kalau dihitung sampai Jakarta lagi."

Sudah satu jam Dahlia betah mengekori Sabian yang mendorong trolley berwarna merah penuh dengan belanjaan. Ia tidak menyangka sepulangnya bekerja sore tadi, sudah ada Sabian yang menunggunya di smoking area lantai dasar kantornya. Dan tanpa bertele-tele, pria itu kini sudah membawanya ke sebuah mall di seputaran Senayan. Masih lengkap dengan kemeja merah tua ala personil pitstop bertuliskan jelas nama bengkelnya di sana.

"Yang bikin lama, ngopi-ngopinya. Perjalanan mah sebenarnya cepet, Jakarta - Garut berapa jam sih? Empat jam harusnya dengan kondisi jalan lancar," tambah Sabian menjelaskan.

"Mas Bian berangkat kapan?" tanya Dahlia begitu trolley itu bermanuver bergabung dengan antrian para pelanggan yang hendak membayar.

"Masih dua minggu lagi."

Dahlia mengernyitkan dahi karena terkejut dengan sahutan Sabian, "semangat banget, sampe udah belanja keperluan touring dari jauh-jauh hari."

"Takut aku keburu nggak sempet Lia," belanya. Pria itu terdiam sesaat, kemudian berkedip-kedip seraya menatap wajah Dahlia di sana yang langsung memerah karena salah tingkah. "Kira-kira belanjaannya ada yang kurang nggak ya?"

"Udah sampai kasir baru mikir begitu. Mas Bian nggak bikin list-nya kah?"

Sabian menggeleng, "tujuan ngajak kamu ke sini ya biar aku nggak sampai kelupaan, kamu kan udah biasa dengan agenda keluar kota."

"Aku keluar kota tuh kerja, bukannya touring!" Dahlia lalu mendecak, bibirnya mengatup masam. Jika sejak tadi ia hanya berdiri di belakang Sabian, kali ini ia bergerak seirama dengan langkah pria tinggi itu. Di ceknya satu per satu belanjaan yang sudah Sabian letakan ke dalam trolley. Lalu tak lama kemudian, Dahlia termangu sambil menggaruk dagu dengan ujung telunjuk lentiknya. "Di mobil itu boleh nyimpen APAR nggak Mas?"

Sabian sontak menaikan dua alis tebalnya seperti terkesan, "Itu wajib! Kok kamu bisa kepikiran ke situ sih? Selama ini banyak banget customer aku di bengkel yang nyepelein APAR. Kalau tiba-tiba mobilnya kebakaran di jalan aja, baru deh mereka nyesel."

"Sewaktu masih di Solo, kap mesin mobil temen aku tiba-tiba kebakar di parkiran. Untung aja nggak fatal berkat dia nyimpen APAR pemberian sales sewaktu dia beli mobil. Sejak kejadian itu, temen aku sampai nganggep si salesnya kayak keluarga banget sampai sekarang. Karena berkat dia, temen aku yang apes itu bisa lolos dari musibah," jelas Dahlia panjang lebar.

"Oke nanti aku beli."

"Lah kok nanti Mas?" wanita kurus itu mengernyit keheranan.

Lewat jari telunjuknya, Sabian memberi tahu antrian para pelanggan yang mengular. Waktu makan malam sudah terlewat. Karena tidak mau membuat Dahlia sampai kelaparan, ia akhirnya memutuskan untuk segera menyelesaikan agenda perbelanjaanya malam itu.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang