29. Tipu Daya Percintaan

219 20 0
                                    

"SHIT!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SHIT!!"

Umpatan itu ia tujukan pada dirinya sendiri. Setelah menyadari betapa banyak tumpukan pesan di layar ponselnya, rasa kantuk Sabian hilang seketika. Matanya membelalak, vitrase yang menutup kaca jendela apartement Hera perlahan memperlihatkan langit Jakarta pagi. Di atas sofabed tanpa bantal, dengan selimut bulu berpola bulan sabit, Sabian sepenuhnya tahu kalau ia telah melewati malam di tempat ini lagi.

Dahlia

Mas nggak di rumah?

Barusan Oma nelpon aku.

Mas Bian nggak apa-apa?

Tiara udah aku anter sekolah. Setelah baca chat ini, kabarin aku atau Oma ya.

Dia khawatir banget.

Aku juga.

Kesulitan tidur beberapa hari ini terbalas. Sabian tidak pernah menyangka sebegitu mudahnya terlelap semalam setelah Hera bersusah payah menenangkannya. Mungkin setelah  bertahan dari kekacauan yang terjadi, akhirnya batin serta tubuhnya terpaksa menyerah. Pantulan cermin menjelaskan segalanya. Setelah membasuh wajahnya yang muram, Sabian terdiam. Di saat seperti ini kenapa alam bawah sadarnya selalu membawanya pada Hera?.

Sabian dapat melihat matanya yang memerah. Ia tidak dapat mencium aroma apapun selain menyengatnya bau asap yang berasal dari tubuhnya setelah semalaman membakar rokok seperti gerbong kereta yang tak kunjung putus. Rambutnya pun tidak kalah kusut, namun ia tidak peduli karena tersadar harus bergegas pergi setelah pesan Dahlia seolah memintanya pulang.

"Ra..."

Hera reflek menoleh saat pintu kamarnya tiba-tiba dibuka. Tanpa canggung sedikitpun, Sabian duduk di pinggiran ranjang, tepat di sampingnya.

Apasih orang ini? Kebiasaan banget nggak ngetuk pintu. "Udah bangun?" kata Hera santai sambil menarik stockingnya ke pangkal paha.

"Mau balik."

Jujur, saat dua kata itu meluncur dari bibirnya, Sabian merasa kebrengsekannya bertambah berkali-kali lipat.

"Oh, ya udah." 

Balasan Hera tidak kalah singkat. Sabian bertambah was-was ketika Hera bangun membelakanginya. Perempuan bermata tajam itu hampir tidak peduli dengan keberadaan pria di kamarnya. Hera mengenakan blazer ungu yang tersampir di atas ranjang,  ia menutupi tubuhnya yang sejak tadi hanya memakai mini skirt dan tank top satin putih pucat.

"Gue minta maaf."

"Iya udah aku maafin."

Sabian meringis, menunduk sejenak lalu kembali menatap Hera lewat pantulan kaca meja rias di sudut kamar, "yang mana yang udah lo maafin? Gue tahu kalau kesalahan gue banyak banget."

"Semuanya," Hera menggerai rambut coklatnya. Menyisirnya perlahan, dan menyemprotkan parfum di leher serta pakaiannya. Wanginya menghipnotis Sabian. Pria itu sempat terdiam menyadari bahwa Hera masih dan selalu cantik. Tidak berubah, tetap sama saat mereka pertama kali bertemu dahulu.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang