26. Bahaya Desir Rindu

143 16 1
                                    

"BERUNTUNGNYA, Hera ini termasuk pasien saya yang nurut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"BERUNTUNGNYA, Hera ini termasuk pasien saya yang nurut. Sementara, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena dia selalu datang terapi dan minum obat yang saya resepkan secara teratur. Hal ini harus diapresiasi karena sangat berpengaruh untuk mencegah hal buruk di kemudian hari."

Hera mengecek riasan di wajah cantiknya melalui cermin sun visor. Terdengar suara klik tanda seatbelt terlepas saat mobil berhenti di tepian jalan yang terlihat lengang. Dilanjut memoles lipbalm, Hera lalu menepuk bedak tipis-tipis dan menjuntaikan rambut ikalnya ke dada. Suasana hatinya kini sumringah luar biasa sepulang menyelesaikan janji temu dengan Dokter Airin beberapa jam lalu.

Berita bahagia tentang kesehatannya yang kunjung membaik, nyatanya bukan alasan Hera terus menerus nyengir dengan bangga. Keberhasilannya meyakinkan Janu lah yang menjadi dasarnya. Kini Hera tidak perlu bersusah payah berdebat dengan Janu yang kerap mengkhawatirkannya, ia bisa makan dan minum apapun ketika pria itu tiba-tiba mengajaknya pergi. Dan yang paling penting, setidaknya Janu tahu kalau keadaanya tidak semenyedihkan itu.

"Banyak tahu Nu, orang yang kena cancer sembuh. Walaupun sebenernya nggak totally sembuh, penyakit ini nggak serem-serem amat kok. Kan lo udah denger sendiri tadi dari dokter gue."

Pria tampan itu sengaja cuti di hari senin yang sibuk untuk menemani Hera. Di tariknya kemudian kursi yang berpasangan dengan meja berkayu pinus tanpa pelitur. Keduanya kedapatan mampir di kedai dimsum langganan Janu sebelum sore menjelang dan mengantar Hera pulang.

"Iya tapi lo harus tetep jaga kesehatan. Nggak boleh capek," balasnya seraya menyodorkan lembar menu makanan berlaminating usang.

Hera menulis pesanannya di kertas yang disediakan di atas meja, "gue nggak enak nih udah bikin lo jadi cuti, padahal gue tahu kerjaan lo banyak banget."

"Ribet."

"Iya maaf, emang gue ribet. Lagian siapa juga sih yang mau sakit?" bibir Hera merengut.

"Bukan," selak Janu. "Lo apa-apa dibikin ribet, padahal seharusnya simple. Ada gue, kalo lo masih nggak mau orang lain tahu tentang ini. Udah deh, besok-besok sama gue aja ke dokternya," tambahnya serius.

Janu tiba-tiba jadi banyak bicara. Mata Hera sampai berkedip-kedip heran saat Janu terdengar gregetan padanya.

"Yah... Nggak bisa gitu dong! Nggak ada diperjanjian kita!"

"Emangnya ada janji apaan antara gue sama lo?" cibir Janu, ia menunggu jawaban Hera sambil mematahkan sumpit kayu menjadi dua.

"Gue kan udah nepatin janji untuk mempersilahkan lo dateng nemuin dokter gue, Nu."

"Terus? Masih ada yang gue nggak tahu ya?"

Seorang pelayan datang mengantarkan minuman, menyelamatkan Hera dari kegugupannya saat pertanyaan Janu barusan membuatnya mati kutu. Jantung Hera bergemuruh, perempuan berkulit pucat itu meringis palsu.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang