30. Tanya Hati

166 17 3
                                    

IKON speaker kecil kembali ditekan oleh Hera setelah ia selesai menggulung rambut basahnya dengan handuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

IKON speaker kecil kembali ditekan oleh Hera setelah ia selesai menggulung rambut basahnya dengan handuk. Usai menuntaskan agenda penting dengan para petinggi hotel, ia beruntung bisa pulang tak terlalu malam. Hera juga sedikit lega karena hari ini papanya tidak memintanya bertemu selepas jam kerja. Sebab kalau itu terjadi, sungguh sekarang bukanlah waktu yang tepat. Bisa-bisa pembicaraan di antara ke duanya yang kerap canggung itu semakin kaku, ujung-ujungnya Hera tahu kalau akan membuang waktu papanya yang berharga.

Tubuhnya kembali segar. Rasanya sangat ringan ketika setelan kerjanya sudah berganti dengan baju tidur kesayangannya. Semerbak wangi teh melati menyambut saat Hera melangkah ke dapur. Ia mengecek suhu dengan menyentuh permukaan gelas perlahan, kemudian tanpa pikir panjang menyeruputnya penuh hikmat.

"Nggak usah, Nu. Gue nggak apa-apa."

Hera berkata pelan sekali, berharap bisa menghilangkan rasa khawatir Janu yang kini sedang berbicara dengannya di telepon.

"Apapun yang lo denger dan lihat, please nggak usah dipikirin ya, Ra. Kesehatan lo lebih penting," ujar Janu tenang namun tegas. "Jangan kepancing sama permainannya Sabian."

Hera terkekeh, ia menghamburkan diri di sofabed ruang tengah. Menatap langit-langit yang lampunya sengaja tak ia nyalakan, "gue bukan ikan ya..."

"Lo perempuan terhormat." Hera hening. Begitu juga Janu di seberang sana. Pria itu seperti sedang melawan gugup, hingga sengal napasnya sampai terdengar di telinga Hera yang menunggu obrolan mereka berlanjut. "Lo lagi kepengen kemana, Ra?"

"Hm? Apa?"

"Iya, mungkin ada suatu tempat yang pengen lo datengin."

Hera menegapkan tubuh, melepas handuk yang masih melilit rambut coklatnya, "tiba-tiba banget Pak Endrajanu?"

"I don't know... Seems like a way to take your mind of him?"

"Enak banget kayaknya kalau jadi pacar lo."

"Loh?" giliran Janu kini yang keheranan.

Hera tertawa ringan, "gue bukan siapa-siapa aja diperhatiin banget gini. Makasih ya, tapi beneran... gue nggak apa-apa, jangan nanya lagi. Udah!"

"Okey sorry... Sekarang yang lo rasa apa?"

"Sedikit ngantuk, tapi gue harus makan dulu sebelum lo makin bawelin gue." 

"Terus?"

"Ya nggak ada terusannya Janu!" ucap Hera sebal.

Lalu Janu membalasnya tenang, "Kalau nggak ada makanan, nggak masalah kok kalau gue ke tempat lo sebentar."

"Daffa udah di jalan, tadi ngajakin makan bareng. Lo istirahat deh, besok gue denger tim lo bakalan handle event penting ya?" Hera bertanya, ia bangun dan membuka kunci pintu apartementnya karena sadar sebentar lagi Daffa pasti muncul.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang