19. Dunia Yang Sempit

185 18 0
                                    

"GUE anterin balik ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"GUE anterin balik ya."

Ucapan bernada ringan itu membuat kening Hera berkerut. Baru saja ia menghabiskan makan siangnya di sebuah restoran Italia atas traktiran Janu. Ternyata, kebaikan pria itu tak sampai di situ. Ini masih hari kerja, apakah si pengusaha muda yang kerap sibuk itu sedang melarikan diri dari rutinitas pekerjaannya yang menumpuk? Hera jadi curiga.

"Lupa? Kita kesini kan pake mobil gue."

"Mau dianter ke rumah apa ke kantor, Ra?" Janu baru saja mengabaikan ucapan Hera. Pria itu lalu mengeluarkan dompetnya karena keduanya hendak bergegas ke meja kasir.

"Kalau nganterin saya pulang, Bapak Janu sendiri pulangnya bagaimana nanti?" Hera memiringkan kepalanya sampai rambutnya menjutai memenuhi sebagian permukaan meja. Dicarinya maksud dari kebaikan Janu ini, namun ternyata nihil yang didapat. Janu malah menaikan dua alisnya, berbarengan dengan tawa yang jelas sedang ia tahan setengah mati karena mendengar cara bicara Hera yang aneh.

"Kenapa? Nggak boleh?" Tidak lama kemudian Janu berdiri, menatap Hera yang lantas diam kebingungan. "Yuk..."

"Ayuklah kalau lo maksa!" Hera reflek memeluk lengan Janu, bukan tanpa alasan. Toh pria itu dengan senang hati menawarkannya. "Sering-sering ajak gue ke sini dong Nu. Gila, makanannya enak banget. Selera orang f&b kayak lo emang lain daripada yang sih ya. Gue mah taunya cuma enak doang, selesai. Beda sama lo, kalau udah bilang satu tempat makan itu enak, artinya beneran seluruhnya enak! Dari segi menu, service, ambience, sampe ke harga-harganya juga bisa oke gitu. Makasih loh, gue jadi nggak sabar nih nanti mau diajak makan di mana lagi."

Janu memasukan telapak tangan di saku celananya, membiarkan Hera berceloteh bahagia karena traktiran yang baginya tak seberapa itu. Ada dua antrian dihadapannya sebelum Janu menyelesaikan pembayaran. Siang itu, selain perutnya kenyang, hatinya juga ikut senang karena Hera ternyata menyukai restoran yang sudah lama jadi langganannya.

"Ada pantangan nggak? Kayaknya amanlah ya kalau gue ajak makan di mana aja."

"Aman dong!" Hera mengacungkan jempolnya.

"Pemakan segala?"

"Maksud Bapak?!"

Lalu keduanya tertawa bersama. Sebelum menyadari dua pasang mata yang berjarak hanya beberapa meja saja mengarah pada Janu dan Hera. Tatapan itu seperti memiliki arti sama meskipun berasal dari dua orang yang berbeda. Selain terkejut, tatapan itu juga menyiratkan tanya yang jelas dibumbui sedikit emosi.

Ada Dahlia yang jelas kesal karena belum siap melihat Janu dekat dengan perempuan lain. Sedangkan Sabian, hatinya dongkol bukan kepalang mengetahui Hera ternyata bisa tertawa serenyah itu tanpanya.

"Bisa ngobrol bentar nggak, Ra?"

Usaha Sabian untuk merusak suasana berhasil. Hera sampai ternganga mendapati pria itu sampai hati meninggalkan Dahlia di meja seorang diri hanya untuk menghampirinya.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang