24. Siluet Kebahagiaan

162 14 1
                                    

"MESTINYA sakit itu lebih cepet sembuh kalau ditemenin sama orang yang lo sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MESTINYA sakit itu lebih cepet sembuh kalau ditemenin sama orang yang lo sayang."

Janu meneguk air dingin setelah hampir separuh kimchi bokkeumbab  sudah berpindah ke dalam perut. Dihadapannya, Hera terlihat begitu hikmat menikmati masakan kilatnya sampai-sampai Janu harus mengetuk permukaan meja demi mendapatkan fokus wanita itu lagi.

"Apa?" Hera bertanya dengan mulut penuh.

"Maaf kalau terlalu ikut campur. Sedih aja gue ngeliat temen disia-siain begini."

"Kayak lo gitu?" Hera melempar pertanyaan kembali dengan singkat, padat dan tepat sasaran. Tidak ada sedikitpun beban yang tersirat pada gerak-gerik tubuh dan wajah cantiknya. Wanita itu rupanya memang sepenuhnya sudah berkawan dengan takdir. "Jadi pembahasan kita malam ini, soal mantan lagi nih?"

"Masih ada sedikit rasa, tapi gue nggak bohong soal udah ngerelain Lili." Iya. Mungkin... Semenjak ada lo, Ra.

Hera mengangguk-angguk, merasakan tekstur potongan kimchi yang masih renyah di mulut, "kalau misalkan suatu hari dia dateng minta balikan gimana?"

Janu melekatkan punggung di sandaran kursi, bibirnya terulas senyum karena beranggapan kalau Hera sebenarnya sudah tahu jawabannya. "Gimana ceritanya? Kan lo tahu gue udah nyoba."

"Lo nggak tahu kalau Sabian selalu punya alasan yang sama buat putus sama ceweknya." Hera selesai dengan makan malamnya, ia menyeka ujung bibir tipisnya dengan tisu yang reflek Janu sodorkan tanpa diminta.

"Emang apa?"

"Basi, kalau nggak sibuk ngurusin bengkel, ya jelas karena gue lah! Gini hari mana ada cewek tahan sama cowok yang masa lalunya belum beres."

"Lo nggak keberatan kalau selalu dijadiin masa lalu?"

"Nggak," jawab Hera singkat. Uraian rambut coklat terang itu sudah berubah seperti kue sus, Hera menguncirnya asal membiarkan semilir angin dari halaman belakang rumah Janu membelai leher jenjangnya.

"Lalu masa depan lo gimana?"

Hera terdiam menggigit bibir tipisnya seolah kehilangan kata. Pertanyaan Janu barusan seperti menampar nalarnya yang selama ini terlena oleh harapan-harapan kosongnya pada Sabian. Kali ini, Hera tidak menemukan jawaban.

"Jangan karena lo tahu gue sakit, pertanyaan lo jadi kedengeran tragis di kuping gue."

"Gue sakit lihatnya, Ra."

"Lebay lo." Hera menyipitkan mata tajamnya, "terus aja ngasihanin gue, lo nggak tahu kalau dengan gini caranya gue hidup. Harusnya lo yang paling paham Nu, nggak gampang kan buat ngerelain Dahlia gitu aja? Mulut sih iya aja enteng ngucapnya."

"Harus gimana gue kalau Lili udah bahagia dengan pilihannya?"

Hera menaikan satu alisnya dan bertopang dagu. "Lo yakin?" 

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang