20. Kata-Kata Mutiara

192 23 0
                                    

SEPASANG tangan mungil itu terkunci, menyambut dan mengalung seperti perhiasan di leher polos Hera yang wanginya seharum taman bunga di pagi hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEPASANG tangan mungil itu terkunci, menyambut dan mengalung seperti perhiasan di leher polos Hera yang wanginya seharum taman bunga di pagi hari. Setelan formalnya tak nampak, beberapa saat lalu, wanita bersurai ikal coklat itu bergegas membersihkan diri sepulang kerja untuk kemudian memanuverkan kemudinya dan berakhir di rumah yang sudah sekian hari tak ia tapaki. Rumah Sabian.

"Tiara, habisin dulu makanannya!"

Tidak peduli dengan seruan ayahnya. Gadis kecil itu melompat dari kursi, meninggalkan makan malamnya begitu suara Hera terdengar menggema memasuki rumah. Memeluk sosok yang begitu ia rindu, sosok yang terasa kosong jika lama tak bertemu. 

"Aduh Tiaraaaa... Leher Aunty kecekek..."

Hera mencoba melepaskan diri, tubuhnya hampir terhuyung oleh pelukan Tiara yang bertubi-tubi. Rasa kangen menumpuk dalam dada Hera akhirnya melebur ketika daster kuning pucat berbahan katun rayon yang dikenakan Tiara menyentuh permukaan kulitnya. Terasa dingin awalnya, lalu pelahan menghangat menjalar memenuhi dada.

"Lama banget sih musuhannya?!!" Tiara merengut, dua tangannya masih tak membiarkan Hera pergi.

"Loh, emangnya kita berantem?" Hera menyahut cemas.

"Bukaaan...!!! Ayah sama Aunty, udah baikan kan?" Gadis manis itu melengos, memandang secara bergantian ke arah Hera dan Sabian yang sejak tadi tak terusik duduk di kursi meja makan.

"Ngomong apaan sih kamu heh? Kalau Aunty nggak sempet ke rumah kamu tuh, artinya di kantor lagi banyak kerjaan Sayang... Bukannya berantem sama ayahmu! Sok tahu nih anak!" 

"Oh ya? Om Daffa nggak bilang gitu sih..."

"Om Daffa kok kamu percaya?!" Hera menyeka sudut bibir Tiara. Lalu melongok ke arah dapur, dari situ ia tahu kalau anak kecil ini berlari ke arahnya ditengah-tengah kegiatan santap malam bersama Sabian. "Bi, gimana sih? Bilangin ke Daffa dong jangan suka ngomong sembarangan!"

Gelas berisikan minuman dingin itu diteguk, Sabian terlihat santai menikmati waktu. Padahal diam-diam sebenarnya ia sedang menahan malu. Juga rasa tak enak hati pada Hera yang tiba-tiba muncul tanpa mengabarinya terlebih dahulu seperti biasa. Tanpa alasan, rasa jengkel akibat pertemuan tak terduga di restoran Italia kemarin perlahan sirna. Berubah jadi lega luar biasa saat mendapati keberadaan Hera di tengah rumahnya kembali. 

"Aunty udah makan belum? Oma bikin opor ayam enak banget loh, terus itu... Mmmm apa sih kentang goreng pedes kesukaan ayah. Oma bikin juga!"

"Sambel goreng kentang!" seru Sabian nimbrung tak disangka-sangka.

Hera pun tak bisa menolak ketika Tiara menggiringnya ke meja makan. Memaksanya duduk bersebelahan dengan Sabian yang wajahnya masih terlihat acuh tak peduli dengan eksistensinya. "Minum apa tuh Bi?" Hera berbasa-basi, "Jangan keseringan yang manis-manis dong, inget bentar lagi kepala empat!" 

Sabian lalu menunjuk gelas bir berisikan es teh manis itu, mulutnya dalam keadaan masih penuh mengunyah. "Nggak pake gula yang aneh-aneh, barusan gue bikin sendiri. Apaan deh lo? Dateng-dateng udah bawel aja." 

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang