36. Lawan Sepadan

275 24 2
                                    

ASAP rokok yang kerap mencemari ruang kerja Sabian masih nihil ketika Daffa memasuki ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ASAP rokok yang kerap mencemari ruang kerja Sabian masih nihil ketika Daffa memasuki ruangan. Pemuda itu sudah mengenakan wearpack, beberapa mobil terlihat mengantri di lantai dasar meski belum genap pukul delapan. Di hari minggu seperti ini, sebagian customer menyempatkan diri datang lebih pagi karena kebetulan bengkel hanya beroperasi setengah hari.

Setelah menyalakan monitor Workshop Managemen System, Daffa duduk mengecek setumpuk SPK yang sudah dibubuhi tanda tangan Sabian. Ia terlihat bernapas lega, sudut bibirnya terkembang karena hari ini tidak ada perbaikan berat kendaraan. Hanya service berkala sepuluh ribu dan dua puluh ribu kilometer, sisanya ada penggantian velg dan finishing pengerjaan asuransi yang kebetulan semua sparepatsnya sudah disiapkan di hari sebelumnya.

"Gue pikir lo udah lupa sama jalanan arah ke sini." Celetuk Daffa ketika seseorang kedapatan membuka pintu ruangan.

Hera muncul masih dengan setelan tidur, rambutnya dikuncir asal-asalan. Dilihat dari sisi manapun jelas sekali kalau perempuan itu datang tanpa mandi terlebih dulu.

"Makan dulu yuk," ajaknya sambil meletakan kantung kresek berisi nasi uduk yang sengaja ia beli terlebih dulu di daerah Benhil.

Daffa tak menggubris, ia berlagak sibuk meneliti to do list nya hari ini.

"Udah makan lo ya?" Hera berseru dari tempatnya. Sofa biru beludru dan meja kaca rendah itu kini sudah disulap menjadi meja makan. Rupanya selain nasi uduk, ia juga membawa batagor dan dua cup kopi hangat yang aromanya semerbak. "Biasanya denger suara gue bawa kresek aja lo udah kepo mampus."

Decitan suara roda-roda kursi yang Daffa duduki reflek membuat Hera mengerut kening keheranan. Daffa memundurkan posisinya, kemudian melengos ke arah Hera dengan tatapan jengkel.

"Kenapa lo? Nggak jelas banget." Acuh Hera, ia kembali pada seporsi nasi uduk yang baru saja ia buka.

"Lo mau jelasin sekarang apa nanti, Ra?" tiba-tiba Daffa sudah berdiri di hadapan Hera. Tidak ada sedikitpun raut canda yang seperti biasa pemuda itu bawa-bawa. 

"Jelasin apa sih?"

"Gue udah tahu semua ya! Cuma gue pengen denger dari mulut lo langsung. Jelasin atau gue anggep lo udah nggak mau berurusan sama gue lagi."

Hera langsung paham ke mana arah pembicaraan pemuda ini. "Ya udah sih cuma obat sama suplemen doang, perkara simple kenapa lo panjangin?"

"Kebangetan lo emang ya! Lo pikir gue nggak cari tahu setelah ngeliat obat sebanyak itu di apart lo? Bodo amat deh lo mau bilang gue lancang. Maksudnya apa lo bolak-balik ke rumah sakit? Biar apa lo nyembunyiin ini semua dari gue?!"

Bahu Daffa terlihat naik turun susah payah mengatur emosi. Seperti berhadapan dengan lawan sepadan, Hera berkilah dengan memalingkan wajahnya ke arah jalanan. Sekeras apapun ia coba menutupi, baru kali ini terlihat gentar berhadapan dengan Daffa.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang