17. Membekas Rindu

197 17 0
                                    

SETELAH sekian lama, seragam member Double Cabin Community yang sudah menahun teronggok di lemari akhirnya dijamah oleh pemiliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SETELAH sekian lama, seragam member Double Cabin Community yang sudah menahun teronggok di lemari akhirnya dijamah oleh pemiliknya. Malam itu selepas Sabian membasuh tubuhnya, bukan tumpukan kaus longgar rumahan yang jadi tujuannya. Melainkan kemeja tebal berwarna merah terang, bergambar khas mobil Double Cabin yang malah menarik perhatiannya.

Mungkin karena agenda touring semakin dekat. Sabian jadi dengan sendirinya mencicil segala keperluan yang akan ia bawa nanti. Duffle bag yang biasa ia letakan di laci-laci besar lemarinya pun kini sudah keluar kandang. Di dalamnya, Oma menyelipkan beberapa setel pakaian dan perlengkapan P3K sederhana. Tidak kalah dengan Sabian, semenjak mendengar anak semata wayangnya itu akan pergi touring, Oma kerap membaweli layaknya anak kecil yang hendak pergi study tour.

Handuk basah yang sejak tadi mengalung di leher Sabian lemparkan begitu saja. Tubuhnya berdiri tegap di hadapan cermin. Setelah bertahun-tahun seragam club itu menganggur, ternyata tidak ada yang berubah dari dirinya. Tetap nyaman pas badan walau masih terasa kaku karena belum pernah dipakai sebelumnya karena pria itu terus menerus absen di beberapa acara club.

"Ayah beli baju baru?"

Suara Tiara memecah perhatian. Gadis kecil itu kedapatan mengintip dari celah pintu yang terbuka. Sambil mengerjap-ngerjap, satu tangannya masih memegangi gagang pintu seperti menunggu Sabian mempersilahkannya masuk.

"Udah lama, tapi baru Ayah cobain. Bagus nggak?"

"Bagus..."

Lalu Sabian tersenyum, serempak dengan senyum Tiara. Mereka berdua seperti sedang berperang memperlihatkan lesung pipi siapa yang paling manis.

"Kamu bawa apa itu Sayang?" perhatian Sabian tertuju pada kertas berpola dan keranjang kecil yang Tiara coba sembunyikan. Selagi mengganti seragam member club dengan kaus longgar kegemarannya, pria itu membuka lebar pintu kamar dan menggiring anaknya untuk masuk.

"Prakarya. Mau bantuin nggak? Yaa... Kalau Ayah mau sih..."

"Ya mau dong. Buat kamu apa sih yang nggak!"

Pola bunga berkelopak besar tercetak dilembar kertas yang Tiara bawa. Keranjang kecil itu ternyata berisi belasan tutup botol bekas, juga sedotan berwarna hijau yang nantinya akan dijadikan tangkai. Tidak lupa pula gunting dan lem sebagai alat pendukung tugas, yang dengan sigap Sabian tata di atas karpet kamarnya.

"Bunga apaan nih?"

Tiara tertunduk, fokus dengan tutup-tutup botol berwarna merah itu. "Nggak tahu Yah, ayo kerjain aja. Nanti kalau udah selesai baru keliatan kali jadinya bunga apa."

"Yeeee... Kok jadi belakangan gitu sih? Miss kamu nyuruhnya gimana?"

"Di suruh nempel doang Ayah! Ini loh, ngikutin polanya aja. Kata Miss, harus rapi biar dapet nilai A. Makanya aku minta tolong Ayaaaah...."

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang