14. Perdebatan Kosong

173 14 2
                                    

SUV Mazda CX 5 berwarna biru itu jadi saksi kalau sepanjang perjalanan menuju kompleks perumahan Dahlia tadi, Janu tidak dapat berbuat banyak sambil sesekali menghela napasnya perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUV Mazda CX 5 berwarna biru itu jadi saksi kalau sepanjang perjalanan menuju kompleks perumahan Dahlia tadi, Janu tidak dapat berbuat banyak sambil sesekali menghela napasnya perlahan. Jeda waktu tiga tahun setelah hubungan percintaanya kandas, Janu pikir Dahlia muncul kembali dengan sosok yang berbeda. Namun kenyataanya, yang Janu dapati wanita itu masih sama. Pintar berkelit, menganggap enteng urusan hati, serta tanpa upaya terlalu menerima yang tak ia kehendaki terjadi meskipun itu menyulitkannya.

Siapapun orangnya, jika sudah jadi sasaran kemarahan Hera pastilah sakit hati. Kalimat-kalimat yang Hera pilih tidak pernah disaring. Seakan-akan isi kepalanya hanyalah hal negatif, Hera tidak ragu untuk menyerang lawan bicaranya tanpa basa-basi. Ditambah lagi nyalinya tinggi seolah tidak takut apapun, sangatlah pantas kalau jabatan sebagai direktur sekaligus pemilik hotel bintang lima akan segera ia pangku dalam waktu yang cukup dekat.

Janu bingung. Sesampainya di rumah Dahlia, tidak ia dapati sepatah katapun terlontar dari bibir wanita muda itu. Keduanya malah sibuk tenggelam dalam pikiran kusutnya masing-masing. Suasana malah jadi aneh, membuat Janu tidak nyaman sampai ia merasa kalau kehadirannya kini tak diharapkan.

"Mau minum apa Nu?" sambil menyalakan lampu area dapur, Dahlia bertanya dengan santai.

"Apa aja Li, yang nggak bikin kamu repot," Janu mendekat, menarik salah satu kursi makan dan membiarkan ponselnya tergeletak di atas meja. Sudah pukul delapan malam rupanya.

Dahlia sempat tersenyum tipis. Wajah teduhnya seakan sudah melupakan segala tuduhan Hera beberapa waktu lalu padanya. "Walaupun aku tinggal sendirian, isi dapur aku lengkap kok," ucapnya sambil mengeluarkan sepasang cangkir dari dalam kabinet.

Hati Janu terpelintir. Banyak sekali tanya yang ia ingin tujukan pada Dahlia. Namun ketika Janu mengingat tentang Sabian, posisinya mendadak seperti terjepit. Antara peduli sebagai teman lama, atau malah nanti Dahlia menganggap dirinya ikut campur terlalu jauh. Inilah sebenarnya yang jadi alasan kenapa Janu memilih memberi jarak selama beberapa saat.

"Soal Hera tadi, aku minta maaf Li." Janu berdehem, berharap maafnya jadi awal sebuah pembicaraan yang baik setelah hampir dua minggu mereka tak saling menyapa. "Aku beneran nggak bisa mikir pas tahu kalian berdua itu sama-sama kenal."

"Aku cuma tahu sekilas soal dia. Daffa, salah satu staff nya Mas Bian bilang, jangan kaget kalau suatu hari Hera muncul di hadapan aku tiba-tiba. Dan ternyata bener, perempuan itu memang penuh kejutan. Aku tetep kaget walaupun sudah mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari."

Setelah menyodorkan secangkir teh pada Janu, Hera mengendikan dua bahunya. Dipandanginya kepulan asap yang mengudara, sementara pikirannya masih berkelana mencerna malang apa yang sedang menimpanya.

"Kamu ada urusan apa sama Sabian? Please bilang ke aku kalau kejadian di acara Kimmy waktu itu cuma akal-akalan dia kan?"

Dahlia tak langsung membantah, tak pula terlihat ingin membenarkan. Seteguk teh sudah melewati tenggorokannya, menatap singkat Janu lalu lanjut tertunduk kembali berpikir dalam.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang