18. Segunung Gengsi

192 15 1
                                    

"EH tolong dong itu meja diberesin! Dahlia bentar lagi nyampe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"EH tolong dong itu meja diberesin! Dahlia bentar lagi nyampe. Lagian ngapain sih lo pake makan di sini? Biasanya aja di bawah!"

Daffa terus mengunyah cheese burger yang baru saja ia order tanpa peduli dengan cicitan Sabian. Matanya hanya mengikuti gerak-gerik Sabian yang terkesan grasak-grusuk tak beralasan. Sepertinya Daffa sedang jadi sasaran kegelisahan, pemandangan berantakan di atas meja itu jelas-jelas perbuatan Bos-nya sendiri.

Dari asbak yang berjejalan puntung rokok, kaleng soda kosong, sampai tumpukan berkas penting penunjang pekerjaan pun bercampur tak beraturan. Membuat Daffa kini seratus persen menyesal telah memilih ruang kerja Sabian sebagai tempat menyantap sarapan yang sudah terlewat.

"Nggak kerja dia?" tanya Daffa sembari mengosongkan asbak ke tempat sampah di sudut ruang. Pemuda itu sudah malas membantah, dan memilih untuk terus mengisi perutnya yang lapar.

"Lagi WFH, makanya gue ajak ke main ke sini sekalian nanti makan siang di luar," sahut Sabian seraya terlihat mengambil tempat di balik meja kerja. Pria itu merogoh saku celana kargonya, mencari-cari lighter emas yang selalu dibawa kemana-mana.

"Hadeh...!! Kayak nggak ada tempat lain aja," Daffa berbalik mengomel, "ngapa mesti ke bengkel dah? Kayak nggak tahu aja Hera kan suka tiba-tiba nongol."

Sambil mengepulkan asap dari isapan rokok pertamanya, Sabian menyeringai. Air muka pria itu berubah tepat saat Daffa menyebut nama Hera. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya dengan bertingkah cuek, Sabian lalu berlagak bertanya dengan harapan menemukan jawaban yang jelas. "Oh iya, temen lo itu kemana? Udah berapa hari nggak ada kabar. Gue sampe capek ditanyain Tiara mulu. Dia nggak nelpon atau ngechat lo gitu Fa?"

"Nggak tuh." Daffa mengendikan dua bahunya singkat.

Sabian kecewa. Akan tetapi ia tidak berhenti di situ. "Seinget lo, Hera ada cerita soal cowok nggak?"

"Ya nggak jauh-jauh soal lo lah Bang, pake nanya!" Daffa bersungut-sungut.

"Selain gue. Inget-inget! Ada apa nggak!"

"NGGAK ADA BANG BIAN! Gue belum setua itu buat jadi manusia pelupa ya!" Daffa menengguk cola setelah gigitan terakhir cheese burgernya. Sambil mengerut kening heran, Daffa kemudian bertanya karena merasa ada yang janggal di antara Hera dan Bosnya. Sebab jika diingat-ingat, Hera tidak pernah setenang ini. Hidupnya mungkin akan terasa kurang jika tidak merusuhi Daffa, pun juga Sabian.

"Emang kenapa? Lo jadi terganggu kalau dia beneran lagi deket sama cowok di luaran sana?"

"Nggak ada hubungannya sama gue Fa. Suka-suka dia lah mau pacaran atau mau deket sama cowo siapapun itu. Gue kan cuma nannya, lo tahu soal itu apa nggak. Kalau kebetulan lo nggak tahu ya udah."

Hallah ngeles aja orang tua ini. "Ya jelas ada hubungannya dong. Tumbuh-tumbuhan, serangga sama kuman-kuman yang hidup di bengkel ini juga tahu kalau lo sama Hera dari dulu ada sesuatu," seloroh pemuda itu dengan percaya diri. Bergerak mendekat, tangan Daffa lincah mencuri sebatang rokok Marlboro Ice Burst milik Bos nya. Dan mengejutkan, Sabian tak mengomel. Pria itu malah termangu memperhatikan Daffa dengan sinis sampai tak sadar abu di ujung rokoknya sudah memanjang.

Leave Out All The RestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang