✨GERVANA ; 03

140 15 1
                                    

'CUKUP HATIKU SAJA YANG HANCUR. HATI BUNDA JANGAN.'
—Gervan—

HAPPY READING

Prang!!

   JANTUNG Gervan berdetak tak karuan saat suara piring pecah menyapanya dari dalam. Sesuatu yang buruk tengah terjadi. Gervan tidak mau membuang waktu, dibukanya pintu rumah hingga membentur dinding.

Hal pertama yang Gervan lihat adalah pertengkaran Suami-Istri, yang tak lain adalah kedua orang tuanya.

"MANA UANGNYA?! GUE BILANG MANA UANGNYA?!"

"N-nggak ada, Mas! Uangnya udah abis buat kamu mabuk-mabukan!"

"BOHONG! SISANYA MASIH LO SIMPEN 'KAN?! MANA?! GUE MAU MAIN JUDI!"

"MAS! ISTIGHFAR, MAS! JANGAN MABUK SAMA MAIN JUDI TERUS! BESOK KITA MAU MAKAN PAKE APA KALO UANGNYA KAMU PAKAI BUAT FOYA-FOYA TERUS?!"

"BAC—"

"AYAH! STOP!"

Gervan berteriak hingga urat lehernya terlihat. Kilatan amarah terlihat dari pancaran matanya. Dihampirinya Satya—Ayahnya. Tidak ada habis-habisnya Satya membuat ulah.

Teriakan Gervan berhasil menghentikan tamparan Satya yang hendak dilayangkan untuk Rasti—Ibunya Gervan.

Satya mengangkat dagunya. "Apa? Mau jadi pahlawan kesiangan lagi kamu?"

"Sudah kewajiban Anak laki-laki untuk melindungi Ibunya dari orang jahat!"

Satya berdecih.

"Orang jahat? Kamu mau sok kuat dengan tubuh lemahmu itu, huh?"

Gervan mengepalkan tangannya hingga buku-bukunya memutih. Disaat ribuan Ayah diluar sana menguatkan punggung anak laki-lakinya, Satya tidak pernah melakukan itu. Justru dia selalu menganggap Gervan lemah seperti anak perempuan.

"Gervan nggak peduli. Gervan akan menjadi tamengnya Bunda, meskipun tubuh Gervan sakit sekalipun!" balas Gervan maju selangkah menutupi tubuh lemah sang Bunda.

"Baiklah. Kalo begitu—"

Bugh!

"ARGHH!"

Prangg!

Dengan sekali tendangan tubuh Gervan terpental dan jatuh menimpa guci kesayangan Bunda. Pecahan guci yang menusuk punggungnya menambah goresan luka disana. Darah kental mengucur hingga membasahi ubin putih.

Gervan terduduk lemas. Kepalanya menunduk.

"MASIH MAU JADI JAGOAN KAMU?! SEKALI TENDANG AJA LANGSUNG AMBRUK! GAYANYA MAU NGELINDUNGIN DIA!" ucap Satya tersenyum bengis.

"Gervan, ...." Rasti dengan kaki lumpuhnya berusaha sekuat tenaga untuk menghampiri anaknya. Bukan dengan kursi roda. Tetapi merangkak. Satya sudah menendang kursi rodanya jauh-jauh dari Resti.

Gervan menggeleng melihat kondisi Bunda yang mengiris hati. Gervan mendongak, menatap Satya dengan mata tajamnya. Gervan berteriak.

"DASAR MANUSIA NGGAK PUNYA HATI!!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Bukan. Bukan Gervan yang berhasil melayangkan pukulan. Melainkan Satya. Pergerakan Gervan dapat terbaca dengan mudah dan tanpa membuang waktu, Satya memukul perut Gervan berkali-kali hingga laki-laki itu meringkuk memeluk perutnya.

GERVANA (Impian Kecil Gervan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang