'MEMBUNUH ORANG YANG KITA SAYANGI? KONYOL SEKALI!'
—Gervan—HAPPY READING
✨GERVAN dan Gio pulang ke rumah setelah langit mulai menggelap. Di sepanjang perjalanan Gio berceloteh menceritakan teman perempuannya yang mereka lihat di taman tadi. Namanya Sevalina.
Gio bilang, hanya Seva yang mau berteman dengannya. Seva selalu menjadi pelindung Gio disaat anak-anak yang lain mengejek dan menertawakannya. Bagi Gio, Seva itu bagaikan malaikat tak bersayap. Gio selalu merasa aman jika ada Seva disisinya.
Gadis itu juga tidak peduli jika dia ikut dikucilkan seperti Gio. Seva bilang anak-anak yang lain itu sangat bodoh, bisa-bisanya mereka mengucilkan Gio, Si Juara Kelas, hanya karena rumor miskin yang tidak jelas kebenaran serta asal usulnya.
Malahan Seva senang berteman dengan Gio karena baginya, dia juga ikut pintar seperti Gio karena mereka selalu belajar bersama di taman sekolah saat bel istirahat berbunyi.
Intinya, Gio sangat senang berteman dengan Seva. Sampai kapanpun, Gio akan mengingat semua kebaikan Seva padanya.
Gervan menanggapi cerita Gio dengan senyuman, sesekali terkekeh mendengar Adiknya menirukan ucapan anak-anak lainnya saat mengejeknya. Gervan salut karena Gio tidak memusingkan hal itu. Justru katanya anak-anak itu hanya membuang waktu mereka untuk hal yang sia-sia.
"Sampai," ucap Gervan ketika motornya berbelok ke rumah mereka.
"Yeyy! Sudah sampai!" teriak Gio girang mengangkat kedua tangannya ke udara.
Memasuki halaman rumah, Gervan meminta Gio untuk masuk lebih dulu. Kemudian, bocah itu turun dari motor Gervan dan berlari ke dalam rumah sambil memanggil Bunda dengan suara cemprengnya.
Setelah memastikan motornya terparkir dengan benar dan aman, barulah Gervan menyusul Gio. Namun, baru beberapa langkah Gervan berhenti saat ia melihat Gio terpaku di ambang pintu.
Dan yang lebih mengejutkannya lagi, selurus dengan Gio, tepatnya di ruang tamu, Gervan bisa melihat Ayahnya tengah mencengkeram rahang Bunda.
Sontak, dua bersaudara itu tercengang melihatnya.
"A-ayah, k-kenapa Bunda dicekik?" tanya Gio polos dengan suara tercekat.
"Bangsat!" umpat Gervan kala Ayahnya kembali membuat ulah disaat dirinya tidak ada di rumah.
Segera Gervan menyusul Gio dan memintanya untuk masuk ke dalam kamar dan menyumpal telinganya menggunakan ear plug. Tidak tahu sedang berada dalam situasi apa, Gio langsung menuruti perintah Gervan dan berlari ke kamarnya.
Sementara itu, Gervan masih setia menatap Satya dengan tatapan tajam disela langkahnya yang semakin mendekat ke arah Satya dan Rasti berada. Melihat Bunda kembali disakiti oleh Ayah, emosi Gervan meledak-ledak dibuatnya.
Terlebih, bukannya melepaskan tangannya dari wajah Rasti, Satya malah menguatkan cengkeraman tangannya saat hanya ada Gervan diantara mereka.
Satya tersenyum miring. Ini akan menjadi tontonan yang menarik untuknya.
"Lepasin.Bunda," pinta Gervan penuh penekanan dalam kalimatnya.
Satya memiringkan kepala dan menaikkan satu alisnya, "Kalo Ayah nggak mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GERVANA (Impian Kecil Gervan)
Novela JuvenilIni tentang Gervan, remaja 17 tahun yang hanya memiliki dua impian sederhana dalam hidupnya. Pertama, melindungi Bunda dan Adiknya dari amarah sang Ayah. Dan kedua, menyembuhkan Nasya-Mantanya, atas luka yang pernah Gervan torehkan di hatinya waktu...