"JIKA REMBULAN MENANGIS LAGI, AKAN KU PASTIKAN PENYEBABNYA KARENA AKU.
HANYA BINTANG YANG BOLEH MEMBUAT REMBULAN MENANGIS, ENTAH ITU TANGIS SUKA ATAUPUN DUKA."
-Gervan-HAPPY READING
✨SEHABIS latihan, Gervan pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya sebentar. Sesampainya di depan wastafel, Gervan melihat pantulan dirinya di depan cermin. Gervan memegang dagunya dan memiringkan kepalanya ke kiri. Ia meringis melihat wajahnya yang tak kunjung bersih dari luka. Masih teringat dengan jelas bagaimana Satya menamparnya tadi malam dalam keadaan mabuk, juga ucapan Satya saat itu.
Plak!
"Wajah kamu terlihat lebih baik jika penuh luka seperti ini! Jangan tunjukkan wajahmu tanpa luka di depan Ayah, ya? Ayah nggak suka kamu niruin wajahnya Geovan,"
Gervan menunduk, membuang napasnya pelan.
Jangankan Ayah, Kak Geovan pun mungkin tidak suka jika Gervan memiliki wajah yang mirip persis dengannya. Laki-laki itu terlalu sempurna untuk disamakan dengan Gervan. Sampai kapanpun Gervan tidak bisa menjadi sosok seperti Kak Geovan. Siswa yang cerdas, berprestasi di segala bidang akademik, bisa membanggakan kedua orang tua, pernah menjabat sebagai Ketua OSIS dan hal-hal lainnya yang tidak bisa Gervan lakukan.
Ibarat kata Kak Geovan adalah bintang yang bersinar tanpa bayangan, sedangkan Gervan adalah bayangan yang tak bertuan.
Selesai meninggalkan toilet, langkah Gervan menuju lapangan terhenti sesaat kala hidungnya terasa seperti mengeluarkan cairan kental. Dahinya mengerut dan tangannya terulur untuk mengecek hidungnya.
Mimisan lagi,
Gervan memutar matanya malas ketika hidungnya kembali mengeluarkan darah. Saat Gervan hendak menyeka darah di hidungnya, tiba-tiba ada tangan mungil yang menahannya. Keterkejutan Gervan tidak sampai disitu, karena sedetik kemudian sebuah sapu tangan mendarat di atas bibirnya dan Si Pemilik sapu tangan itu membersihkan hidung Gervan dari darah yang masih mengucur perlahan-lahan.
"Kak Ger mimisan lagi?"
Meski Gervan bingung darimana gadis ini tahu kalau akhir-akhir ini ia sering mimisan, kepalanya tetap mengangguk sebagai jawaban. Gervan juga membiarkan gadis ini menyelesaikan kegiatannya tanpa protes. Lagipula Gervan sedang tidak memegang sapu tangan atau kain kecil lainnya yang bisa ia gunakan untuk menyumpal hidungnya.
"Kak Ger kalau capek istirahat aja, jangan dipaksain ikut latihan. Lagian 'kan Kak Ger udah jago main basket," sambungnya sedikit bercanda.
"Udah jago bukan berarti menyepelekan latihan, Za," kini Gervan bersuara, yang mana hal itu membuat sang gadis mendongak menatap mata Gervan yang sedang menatapnya. Entah sejak kapan hatinya menjadi berdebar saat menatap mata Kak Gervan. Gadis itu terkekeh kecil untuk menghalau kegugupannya.
"Thanks, ya?" ucap Gervan seraya mengambil alih sapu tangan dari Zanolia. Kemudian Gervan berlalu dari hadapan Zanolia dengan masih menyumpal hidungnya menggunakan sapu tangan berwarna merah jambu milik gadis itu, sambil sesekali mendesis sebal karena mimisannya.
Sementara itu, Zanolia senyum-senyum sendiri melihat punggung Kak Gervan dari belakang. Entah keberuntungan apa yang dia dapat hari ini, yang pasti Zanolia sangat senang karena bisa berbincang dengan Kak Gervan. Apalagi Kak Gervan tampak wellcome dengan kehadirannya. Dan yang lebih membuat Zanolia berbunga-bunga, kini sapu tangannya berada di tangan Kak Gervan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERVANA (Impian Kecil Gervan)
Teen FictionIni tentang Gervan, remaja 17 tahun yang hanya memiliki dua impian sederhana dalam hidupnya. Pertama, melindungi Bunda dan Adiknya dari amarah sang Ayah. Dan kedua, menyembuhkan Nasya-Mantanya, atas luka yang pernah Gervan torehkan di hatinya waktu...