'HANYA SEKEDAR MENGAKUI, TAPI KENAPA SEDAHSYAT INI?'
—Gervan—HAPPY READING
✨"G-Gervan?"
Deg!
Begitu Gervan keluar dari ruangan Dokter Gama, dadanya terasa seperti dihantam batu besar saat matanya bertemu dengan manik coklat terang yang telah lama menghilang dari hidupnya. Gadis berpakaian gelap itu berdiri dari kursi tunggu, seolah sudah menantinya sejak tadi disana.
"Ke-kenapa lo masuk ke ruangan Dokter Gama?" bukannya bertanya soal kabar, gadis itu malah menanyakan hal lain, hal yang terus mengganggunya sejak tadi. Rupanya benar, Gervan masuk ke ruangan yang sempat membuatnya trauma kala itu.
"E-Echa?" ucap Gervan menyebut nama gadis tersebut.
Wajah Echa berubah pucat kala pemikiran konyol hinggap di kepalanya.
"Ja-jangan bilang, lo ...."
"Ikut gue!" kata Gervan, segera menarik tangan Echa dan membawanya pergi menuju taman rumah sakit.
Di sepanjang koridor yang mereka lewati, perasaan Echa semakin gelisah. Gadis itu terus memandangi wajah Gervan dari samping, meneliti apa yang sedang disembunyikan laki-laki itu darinya.
Sementara itu, jauh di dalam hatinya perasaan Gervan tengah berkecamuk. Bertemu kembali dengan orang yang sengaja ia hindari di waktu dan tempat yang tidak tepat membuat pikirannya kosong. Gervan tidak bisa berfikir jernih kali ini.
"Duduk," titah Gervan, menyuruh Echa untuk duduk di bangku taman tersebut. Keadaan taman pagi ini terlihat sepi dari biasanya.
Gervan pun duduk dengan tenang disamping Echa. Wajahnya disetel sedemikian rupa agar Echa tidak mencurigainya. Echa, gadis itu terus menatapnya sebelum melontarkan sebuah pertanyaan padanya.
"Ger, lo baik-baik aja?" pertanyaan yang sangat sederhana, tapi sukses memberikan hantaman besar pada jantungnya.
Gervan menoleh dan memandang wajah Echa lekat-lekat.
Satu hal yang Echa sadari, pancaran mata Gervan terlihat sayu, berbeda dengan saat terakhir kali mereka bertemu.
"Jawab, Gervan! Kenapa lo masuk ke ruangan Dokter Gama!" tanya Echa sedikit meninggi saat teringat ucapan Dokter Gama soal pasien yang harus dia tangani pagi ini. Jika itu Gervan, apakah mungkin?
"Echa, gue bisa jelasin semu ...."
"L-lo kena kanker?"
Deg!
Seketika Gervan mengatupkan bibirnya. Rahangnya menegang ketika tombak yang Echa lempar menghunus tepat di hatinya. Tanpa Gervan sadari, kini matanya mulai memerah dan cairan bening mulai terlihat menggenang di pelupuk matanya. Tenggorokannya tercekat, bahkan saat ingin mengeluarkan kalimat bantahan atas pertanyaan Echa barusan.
Melihat respon Gervan yang hanya diam, Echa tidak bisa menahan tangannya untuk mencengkram kerah baju Gervan mengguncang tubuh laki-laki tersebut.
Greb!
"Jawab Gervan! Jawab! Lo denger pertanyaan gue, kan?!" teriak Echa tepat di depan wajah Gervan. Gervan hanya diam menatapnya.
"Bilang, bilang kalo lo nggak kena kanker seperti apa yang gue pikirin saat ini!" sambungnya dengan wajah merah padam. Sungguh, Gervan sudah menguras habis kesabarannya sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERVANA (Impian Kecil Gervan)
Teen FictionIni tentang Gervan, remaja 17 tahun yang hanya memiliki dua impian sederhana dalam hidupnya. Pertama, melindungi Bunda dan Adiknya dari amarah sang Ayah. Dan kedua, menyembuhkan Nasya-Mantanya, atas luka yang pernah Gervan torehkan di hatinya waktu...