'TIDAK ADA SATU MASA LALU MILIK SIAPAPUN YANG BERJALAN DENGAN SEMPURNA. LUKA, JELAS ADA DI DALAMNYA.'
—Gervan—HAPPY READING
✨
SAAT itu, kala hujan membasahi bumi ....Tin!
Gervan meninggalkan halte tempatnya berteduh saat mobil hitam yang dikendarai Kak Geovan tiba di depannya. Menerobos hujan, Gervan membiarkan seragam biru putihnya basah kuyup.
Brakk!
"Abang nggak bawa payung?" tanya Geovan, melirik Gervan yang sudah duduk manis di sampingnya.
Gervan menampilkan cengirannya, "Hehe, Abang lupa bawa,"
Geovan hanya mampu menghela napas pelan saat kursi mobilnya harus basah karena Gervan.
Padahal tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah Geovan sudah memberitahu Gervan kalau hari ini akan turun hujan, jadi harus sedia payung. Tetapi Gervan malah melupakannya.
Untungnya hari ini Geovan membawa mobil, kalau tidak, akan repot nantinya.
Geovan pun mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, kerena kaki kanannya baru mengalami cedera hari kemarin. Sedangkan Gervan, ia memasang sabuk pengamannya dengan susah payah.
"Nggak usah dipake, Bang. Macet itu," ucap Geovan menyadari Gervan yang tengah kesulitan memasang sabuk pengaman.
Gervan mengangguk saja. Lalu ia menatap lurus ke depan, melihat jalanan yang basah dan tampak sepi.
Geovan, matanya tak sengaja menangkap sesuatu yang sejak tadi di pegang oleh Gervan. Senyumnya pun merekah.
"Ciee, bawa pulang sertifikat,"
"Habis menang lomba apa, nih?" tanya Geovan menaik-turunkan alisnya.
Seketika pipi Gervan, bocah kelas sembilan SMP itu bersemu merah. Dipandangnya sertifikat lomba digenggaman tangannya dengan mata berbinar.
"Abang kemarin ngikut lomba basket antar-sekolah, Kak. Terus sertifikatnya Abang yang pegang. Soalnya temen-temen Abang takut kalau sertifikatnya mereka yang pegang, nanti rusak," jawab Gervan antusias.
Mendengar itu Geovan tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengacak pucuk kepala Gervan. "Keren banget sih, Adiknya Kakak,"
"Abang dapet juara berapa?"
"Satu, dong!"
"Wuihh! Makin bangga Kakak sama Abang," puji Geovan.
Geovan dan Gervan berbeda. Jika Geovan handal di bidang akademik, Gervan handal di bidang non akademik, terkhusus basket.
"Dapet piala juga?" tanya Geovan lagi.
Gervan mengangguk dengan bibir mengerucut. "Dapet, tapi 'kan pialanya dipegang sama sekolah."
"Yaudah nggak pa-pa, jangan sedih gitu dong. Yang penting 'kan Abang udah menang,"
"Ya gimana Abang gak sedih? Padahal Abang berharap pialanya boleh dibawa pulang sebentar biar Ayah tau kalau Abang habis menang lomba, tapi sama pihak sekolah nggak dibolehin. Katanya takut hilang lah, rusak lah, ini lah, itulah," ungkap Gervan sambil melipat kedua tangannya di depan dada, tak lupa dengan pipinya yang menggembung lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERVANA (Impian Kecil Gervan)
Teen FictionIni tentang Gervan, remaja 17 tahun yang hanya memiliki dua impian sederhana dalam hidupnya. Pertama, melindungi Bunda dan Adiknya dari amarah sang Ayah. Dan kedua, menyembuhkan Nasya-Mantanya, atas luka yang pernah Gervan torehkan di hatinya waktu...