✨GERVANA ; 37

50 2 0
                                    

'SESAK KALA ITU MASIH TERASA JELAS DI DADA, SADAR JIKA KAMU TELAH TIADA.
AKU SELALU BERTANYA, KAPAN KITA AKAN KEMBALI BERJUMPA.
KAKAK.'
—Gervan—

HAPPY READING

HARI itu, setelah mengetahui Geovan telah terlelap dalam dekapan bumi, Alia berubah menjadi pribadi yang berbeda. Alia tidak pernah lagi menampilkan senyumnya. Gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengurung diri di dalam kamar.

Setiap kali Echa datang ke kamar Alia sambil membawakan makanan untuknya, Alia selalu menolak, dia tidak mau makan sama sekali. Alia benar-benar terpukul atas kepergian Geovan. Bahkan, setiap malam Echa selalu terbangun karena mendengar isak tangis Alia yang tiada henti.

Echa juga merasakan apa yang Alia rasakan, tetapi dia juga tidak mau melihat Alia terus terpuruk seperti ini. Echa, gadis itu selalu menasehati dan menenangkan Alia dari balik pintu agar Alia bisa mengikhlaskan kepergian Geovan. Dengan kata-kata yang tersusun apik, Echa berharap Alia mengerti dan tidak tersinggung padanya. Namun, Alia tidak pernah menjawab semua perkataannya.

Hingga puncaknya, saat Alia kembali menampakkan diri, gadis itu tidak berkata apa apa. Alia langsung berlari meninggalkan rumahnya tanpa memberitahu kemana langkahnya tertuju.

"Alia, buka pintunya! Kakak bawain kamu nasi goreng kesukaan kamu," teriak Echa sambil mengetok pintu kamar Alia. Tidak ada sahutan dari dalam.

"Alia, please nurut sama Kakak sekali ini aja. Kamu belum makan dari tiga hari yang lalu, Alia, Kakak nggak mau kamu jatuh sakit," sambungnya tidak mau menyerah begitu saja.

"Alia, tolong buka pintu ...."

Ceklek!

Echa tercengang.

Gadis itu sangat terkejut melihat penampilan Alia yang sudah berubah drastis. Akibat mengurung diri selama satu bulan penuh, wajah Alia tidak bisa dikenali oleh Echa.

Wajah Alia tampak kusam, mata bengkak serta kantong mata yang menghitam seolah menjadi bukti bahwa Alia tidak pernah tidur dan selalu menangis. Bibir pucat pecah-pecah, tubuh mengurus, pipi cekung dan tidak ada semangat hidup yang terpancar dari matanya.

"A-Alia, k-kamu ...."

Dug!

Tiba-tiba Alia menabrak bahu Echa dan berlari sekencang-kencangnya keluar rumah. Echa jelas kaget dengan sikap Alia barusan.

"Alia!" teriak Echa, berlari keluar menyusul Alia.

"Alia, kamu pergi kemana?!" sambung Echa saat dia tidak melihat sosok Alia di sekitar rumah mereka. Halaman rumah tampak kosong, Alia berlari sangat cepat sampai-sampai Echa kehilangan jejaknya.

"Alia!" kali ini teriakan Echa mampu membuat burung-burung yang bertengger pada dahan pohon langsung pergi tak tentu arah.

Echa menyugar rambutnya ke belakang, gadis itu sangat cemas sekarang. Echa cemas memikirkan kondisi Alia, sebab perut kecil gadis itu belum terisi apa apa sejak tiga hari terakhir. Mata Echa mulai memanas, memikirkan hal-hal buruk yang kemungkinan datang menghampiri Alia.

"Ya ampun, Alia! Kamu jangan kaya gini, dong!" pinta Echa dengan suara bergetar. Sungguh, Echa tidak menyangka kalau Alia akan seperti ini.

Echa tidak tahu harus mencari Alia kemana. Namun, sepertinya satu nama yang terlintas di benaknya bisa membantunya mencari Alia.

GERVANA (Impian Kecil Gervan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang